Apa yang terjadi pada seorang bapak
yang tewas secara tragis dengan cara dianiaya dan dibakar oleh massa karena
disangka ia adalah seorang maling di Bekasi adalah sebuah tindakan yang sungguh
sangat biadab dan tak bisa dimaafkan. Kalau memang kita negara hukum, maka
dimata hukum semua warga negara memiliki kedudukan yang sama, dari presiden
sampai penjahat paling biadab sekalipun, mereka memiliki hak untuk mendapatkan keadilan di pengadilan
dengan sebaik-baiknya bukannya di jalanan.
kejadian tragis tersebut yang kembali
terjadi hanya semakin mempertegas posisi
kalau kita belum sepenuhnya bertransformasi menjadi masyrakat merdeka seutuhnya.
Karena orang yang sepenuhnya merdeka adalah bukan hanya dari segi fisiknya
saja, tapi juga dari dalam, dari pikirannya, merdeka dari kebencian, prasangka,
dan semua pikiran dan ide yang tidak menghargai harga hidup orang lain.
Kasus penganiayaan, dan pembakaran
massa terhadap pelaku kriminal di jalan-jalan adalah gambaran dari masyarakat
yang barbar, tidak mengenal hukum dan etika. Tidak sepatutnya kita sebagai
bangsa yang berasaskan “kemanusiaan yang adil dan beradab” masih mengadopsi
perilaku-perilaku yang bertentangan dengan rasa kemanusiaan, apalagi di jaman
seperti sekarang.
Yang penulis maksud adalah, jaman
dimana kekerasan bukan lagi sebagai
satu-satunya solusi untuk menyelesaikan masalah. Masa gelap itu sudah kita
tinggalkan, masa dimana umat manusia saling berperang, membunuh, memperkosa,
dan menjarah antara kelompok satu dengan yang lain. Kita telah naik tingkat
menjadi manusia yang mengenal welas asih, cinta, harapan, dan pengampunan
sebagai cara yang tepat untuk meng-counter- kebencian, murka, dan kerusakan.
Kita bukan lagi termasuk dalam
golongan masyrakat yang masih mempercayai kalau kekerasan adalah jalan
satu-satunya agar mendapat respect dari orang lain, kita bukan lah orang yang lebih
bangga menunjukkan otot nya daripada menggunakan otaknya, kita bangsa beradab
dan memiliki nilai-nilai luhur sebagai identitas kita yang sangat berharga,
jangan merusaknya hanya karena nafsu binatang sekejap saja.
Indonesia adalah satu-satunya negara
dimana eksekusi jalanan masih sering kali terjadi dan dibiarkan begitu saja
oleh aparat, karena kita sama-sama berpikir toh yang kebanyakan menjadi korban
adalah para pelaku kejahatan, kita merasa mereka pantas mendapatkan perlakuan
keji semacam itu, tewas dengan mengenaskan di jalanan.
Lalu bagaimana dengan kriminal-kriminal
lainnya?, yang kejahatan mereka lebih parah, lebih tidak manusiawi dari si
tukang maling sendal mushala tadi? Pelaku korupsi uang rakyat milyaran rupiah
itu dengan santai saja cengar-cengir di depan kamera? Terus adil nya dimana?.
Disatu sisi kita mengutuk para koruptor itu tapi disisi yang lain kita juga
merampas hak hidup saudara sendiri, hak untuk mendapatkan keadilan, sama
seperti yang didapatkan koruptor tadi.
Memang masyrakat memiliki alasan
untuk bertindak seperti itu, seperti mereka telah berulang kali menjadi korban
kejahatan, maling misalnya, daerahnya menjadi rawan perampokan saat ini karena
petugas atau polisi belum juga dapat menangkap sang penjahat, dan seterusnya.
Tapi sekali lagi nyawa seorang manusia tidak bisa dibandingkan dengan apapun,
nyawa adalah hak hidup eksklusif setiap manusia yang hanya sekali ia dapatkan
sepanjang hidupnya dan itu datangnya hanya dari Allah SWT, kalau hilang ya
sudah , tamat.
Eksekusi jalanan sudah saatnya
dihentikan, dan aparat berwenang harus bertindak tegas agar tidak ada lagi yang
namanya main hakim sendiri. Kalau memang kita masih mempercayai hukum sebagai
landasan negara ini dalam mencari keadilan, maka serahkan semuanya pada
mekanisme yang ada, tidak boleh ada lagi aksi premanisme di jalan-jalan, selain
merugikan orang lain, aksi barbar semacam itu adalah contoh buruk untuk anak-anak
kita kelak.
Comments
Post a Comment