Skip to main content

NEGERI PARA MAFIA


Mafia pajak, mafia peradilan, mafia migas, mafia sepakbola, mafia perizinan laut, mafia pemilu, mafia hutan dan banyak mafia lainnya. Tanpa disadari kita semakin terbiasa dengan kata mafia, dan tanpa disadari pula negara kita menjadi negara para mafia. Kita sekarang berada diposisi dimana rakyat dipaksakan untuk menerima setiap keadaan atau kegentingan suatu permasalahan (penanganan suatu kasus) dengan mengaitkannya pada “mafia”. Mafia sendiri sampai saat ini masih bermakna anonim tanpa subjek apalagi objek penjelas status pelakunya, hanya sebuah kata yang berafiliasi dengan dunia kriminalitas dan genk penjahat super canggih dan high class teritory (karna mereka bermain dengan pejabat kelas atas dan berpengaruh). Jadi bukan sembarang penegak hukum yang bisa menumpas kejahatan kalau sudah ada “mafia”nya. Haruslah penegak hukum yang berani dan anti suap pastinya.

Tanpa disadari sekali lagi, secara sosial dan psikologis masyarakat dibiasakan dengan fenomena kejahatan serba terorganisir semacam ini, dan sebatas dianggap sebagai tren dunia kriminal yang semakin merajalela, tanpa perlu khawatir kalau ini merusak sistem dan tatanan masyarakat secara berkala. Dikala para penegak hukum dan lembaga-lembaga yang berwenang sedang dalam upaya pengusutan suatu kasus kejahatan yang terjadi dinegeri ini, kemudian mengalami kebuntuan dalam investigasinya, mereka akan bilang “kita sedang mengahadapi mafia”, otomatis kita mafhum kalau para penegak hukum itu menghadapi musuh yang bukan sembarangan, dan selanjutnya tanpa sadar kita akan memaklumi kelambanan penanganan kasus tersebut karna telah digolongkan sebagai kasus yang berat. Untuk selanjutnya bagaimana kelanjutan kasus tersebut, hanya Tuhan yang tahu.


Melihat kondisi dilapangan yang menunjukkan banyaknya sektor milik negara yang diharapkan dapat dimanfaatkan keberadaannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, justru malah dikuasai para mafia, hanya memperkaya sekelompok orang yang bermain mata dengan oknum pejabat, dan menguras habis kekayaan negara demi keuntungan pribadi. Membuat kita semua  miris, hilang harapan dan sulit dipercaya, bukannya kasus ini sudah tercium dari dulu sekali, tapi mengapa ujung penyelesaiannya sama sekali tak pernah tampak?. Apakah ini suatu bentuk pembiaran, ketidaktahuan, atau malah yang lebih parah tapi semoga saja bukan, sebuah ketidakberanian penegak hukum yang terhormat itu untuk membongkar kasus ini dan membawanya ke meja hijau, untuk diadili sesuai hukum yang berlaku di negara ini. Sudah bukan rahasia lagi kalau bisnis semacam ini selalu dibekingi oleh pejabat berpangkat dan berpengaruh, so???

Karna sudah terbiasa atau dibiasakan mendengar, melihat dan merasakan secara tidak langsung dampak adanya mafia ini, maka akhirnya kita terbiasa memaklumi kondisi yang sangat memperihatinkan ini. Mafia dibeberapa sektor kepemerintahan semakin dianggap lumrah, dan kita tidak merasa terganggu sama sekali dengan keberadaannya. Padahal nyata-nyata ini kriminalisasi dan merugikan negara. Tanya diri kita? Apakah kita merasa takut, terganggu dengan banyaknya mafia diluar sana??

Suatu kelompok kalau sudah dikaitkan dengan mafia pastilah bukan kelompok sembarangan. Mereka para pemain besar dalam dunia kejahatan dan pasti dengan untung besar pula. Biasanya kelompok semacam ini menjalin kerjasama dengan pejabat nakal dan korup, karna korup itu lah mereka dimanfaatkan untuk dijadikan pion mereka para mafia besar, sang raja yang selalu berada di belakang layar, dan tak perlu lagi menampakkan wujudnya, karna tangan-tangannya sudah menggurita ada dimana saja di segala sektor, tinggal senggol, ijin langsung teken. biasanya usaha mereka para mafia ini berkedok usaha-usaha legal tapi dibalik itu perijinan dan segala macam nya amburadul dan fiktif belaka.

Banyaknya kapal-kapal asing mengambil ikan di perairan Indonesia, kriminalisasi KPK, Labora yang melenggang bebas dengan santainya dimana dia seharusnya berada di tahanan, penebangan hutan di hampir seluruh wilayah Indonesia, sebagian kecil bukti kalau mafia itu ada dan nyata pengaruhnya. Kita tahu tapi kita juga menutup mata. Pemerintah? Mereka entah dimana.

Mulai saat ini telah dideklarasikan sebuah negeri ini dengan kekayaan sumber daya alamnya yang melimpah ruah, tapi tak pernah dirasakan sedikitpun nikmat dan manfaatnya oleh rakyatnya sendiri sebagai tuan dari tanah mereka, tanah yang diwariskan  dari nenek moyang mereka  selama bergeneras, pemilik sah dari bentangan tanah dan laut tempat mereka lahir dan berpeluh berjuang diatas ketidakadilan dan kesetaraan yang selalu hanya menjadi wacana pemerintah pembual. inilah negeri yang bukan hanya sedang berstatus darurat narkoba dan kekerasan pada anak, tapi juga darurat mafia.


*tambahkan mafia-mafia lainnya kawan.

Comments

Popular posts from this blog

pemahaman etika menurut Aristoteles dan Immanuel Kant

MENURUT ARISTOTELES Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Istilah lain yang iden¬tik dengan etika, yaitu: • Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). • Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak. Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelas¬kan tentang pembahasan Etika, sebagai berikut: • Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia. • Manner dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia. Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok perhatiannya; antara lain:

Pendidikan Tidak Membuat Seseorang Menjadi Kaya

Pendidikan yang tinggi tidak membuat seseorang menjadi kaya, kerja keras dan usaha iya. Pendidikan hanya membuka perspektif baru yang lebih luas terhadap seseorang, memberi nya lensa baru, kacamata yang lebih beragam, berbeda dan lebih berwarna dalam memandang dan memaknai kehidupan. Kehidupan setelah menempuh pendidikan, adalah fase dimana seseorang sadar kalau dirinya tak disiapkan untuk menghasilkan uang, karna memang bukan itu tujuan dari sebuah pendidikan. Kita semua menyadari kalau pendidikan dinegeri ini mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi materi pembelajaran utamanya masih hanya berupa teori minim eksekusi atau praktek. Alhasil siswa yang dihasilkan hanya pintar bicara tapi minim aksi nyata. Konsep pemikiran buah dari pendidikan yang tinggi kalau hanya untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya harus segera diubah, karna materi sebagai sebuah tujuan sangat kecil nilainya dan tidak bisa dibandingkan dengan ilmu pengetahuan yang didapat. Ilmu tidak bisa dibandi

Self Reflection

Setelah sekian lama bergulat dengan perasaan gak jelas, entah bersalah, tidak peduli, apatis atau apa namanya saya sendiri kesulitan menemukan kata yang tepat menggambarkan perasaan ini. yang pasti, gak ada yang salah dengan pemikiran saya selama ini, tentang tulisan-tulisan yang telah saya post di blog sederhana ini, semuanya (hampir 98%) hasil pemikiran saya sendiri. Plus yang membuat saya terhenti untuk sementara adalah pergulatan batin yang bagi saya adalah medan peperangan yang seakan tak akan pernah bisa saya menangi. Berkomunikasi pada alam bawah sadar sendiri adalah salah satu pertanda kecerdasan seseorang (katanya hehe), tapi bagaimana kalau pemikiran itu menjadi sebuah perangkap, atau bahkan penjara yang mengungkung kebebasan berpikir mu dan kau menjadi kerdil sejak dalam pikiran sendiri. Pada intinya saya menjadi semakin realistis (klise memang), dikarenakan hidup (realitas) meng-KO- saya keras sekali sampai menghujam ke bumi, menyadarkan saya kalau hidup tidak seperti y