Skip to main content

The Other Side


The other side -- sisi jogja dan bali

Beberapa waktu yang lalu penulis baru saja pulang dari katakan saja liburan. Bersama dengan teman2 seangkatan di kampus kami pergi ke jakarta-jogja dalam waktu seminggu. Ketika sampai di jakarta semua biasa2 saja seperti yang telah dapat dibayangkan sebelumnya dan seperti apa yang biasa kita lihat di tv, begitulah keadaannya, macet, banjir, gedung2 tinggi, dan satu sudut kekumuhan sebagai sebuah cerita di balik kebanggan sebagai ibu kota.
Namun ketika sampai di jogja, penulis disuguhkan pada fenomena lain, tentang daerah yang di kenal dengan kesetiaan penduduknya untuk selalu memakai batik, belangkon sebagai identitas nya sehari-hari, tanpa mau untuk berbohong dengan memakai busana yang tidak mencerminkan latar belakangnya sebagai “orang kampung pedalaman indonesia”. Sikap “apa adanya” yang di tunjukkan masyarakat jogja dengan bertingkah laku mulai dari berbahasa, berbusana, sampai bersikap sebagai representasi asal-usul mereka menyiratkan suatu bentuk kebanggaan akan nilai leluhur berupa adat kebiasaan yang diwariskan dari nenek moyang terdahulu,dan terbukti kebanggan ini dapat membawa ribuan orang turis mengunjungi jogja hampir setiap harinya.
Hal yang sama dapat pula kita jumpai di Bali. Sebagai salah satu tempat wisata nomor satu dunia, yang ironisnya orang bule (turis) lebih mengenal Bali sebagai sebuah negara, bukan bagian dari Indonesia sebagai pangkuan ibu pertiwinya atau entahlah. Bali menunjukkan pada kita bagaimana sebuah adat istiadat yang luhur budi dan penuh akan nilai spiritual tinggi bila di praktekkan dengan sepenuh hati dan ketenangan jiwa tidak hanya akan mendatangkan kenyamanan dalam hati pelakunya, tapi juga membawa keberkahan bagi lingkungan sosial nya. Lihat saja betapa orang-orang Bali yang terkenal dengan bakat dan hasil karya seni dari para senimannya itu dapat menjual karya-karya mereka pada para turis dengan harga yang mahal. sebagaimana telah kita ketahui sangat mengapresiasi tinggi pada karya seni yang tentu saja tidak sembarangan. Bali pun menjadi salah satu daerah dengan penyumbang devisa terbesar bagi indonesia, ini tentu saja tak terlepas dari sektor pariwisatanya yang tiap tahunnya para turis yang datang baik lokal maupun domestik selalu menyentuh angka jutaan.
Jogja dan Bali telah menunjukkan kepada kita betapa suatu kebanggan akan kebudayaan sendiri akan mendatangkan banyak manfaat dan pastinya rasa memiliki akan budaya sendiri yang kuat, tidak seperti kenyataan yang banyak kita saksikan diamana banyak orang berlomba-lomba untuk menjadi orang lain, dengan jelas dan cepatnya mereka menanggalkan satu persatu identitas diri sebenarnya demi untuk menjadiorang yang di tonton di tv, di lihat di film, yang musiknya dia dengaar, yang kisah hidup pribadinya selalu dia tunggu untuk mengetahuinya. Tidak bisa dipungkiri lagi ini merupakan efek dari perkembagan teknologi informasi dan komunikasi saat ini yang dengan sangat mudah menyajikan dunia lain, dunia khayal/fantasi ke ruang tamu, kamar, anak-anak kita. Pengikisan rasa kebudayaan yang semakain tak terasa ini telah menghilangkan identitas asli kita sebagai orang Indonesia yang  mempunya latar belakang kebudayaan sebagai warisan nenek moyang yang sesungghunya sangat berharga untuk dilupakan.
Ditengah arus kebudayaan dari barat yang sangat kencang menggerus pantai kita, harusnyalah kita belajar dari Bali dan Jogja yang mampu menjadi satu dari sedikit daerah yang mampu menunjukkan kepada dunia danterutama rakyat indonesia bahwa dengan menjadi diri mereka sendiri mereka tidak hanya telah mengangkat kebuadayaannya tapi juga telah mendatangkan banyak keuntungan dan manfaat bagi masyarakatnya, bangga dengan apa adanya diri kita sesuai dengan apa yang telah diwariskan kepada kita sejak kita lahir.

Comments

Popular posts from this blog

pemahaman etika menurut Aristoteles dan Immanuel Kant

MENURUT ARISTOTELES Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Istilah lain yang iden¬tik dengan etika, yaitu: • Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). • Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak. Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelas¬kan tentang pembahasan Etika, sebagai berikut: • Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia. • Manner dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia. Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok perhatiannya; antara lain:

Pendidikan Tidak Membuat Seseorang Menjadi Kaya

Pendidikan yang tinggi tidak membuat seseorang menjadi kaya, kerja keras dan usaha iya. Pendidikan hanya membuka perspektif baru yang lebih luas terhadap seseorang, memberi nya lensa baru, kacamata yang lebih beragam, berbeda dan lebih berwarna dalam memandang dan memaknai kehidupan. Kehidupan setelah menempuh pendidikan, adalah fase dimana seseorang sadar kalau dirinya tak disiapkan untuk menghasilkan uang, karna memang bukan itu tujuan dari sebuah pendidikan. Kita semua menyadari kalau pendidikan dinegeri ini mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi materi pembelajaran utamanya masih hanya berupa teori minim eksekusi atau praktek. Alhasil siswa yang dihasilkan hanya pintar bicara tapi minim aksi nyata. Konsep pemikiran buah dari pendidikan yang tinggi kalau hanya untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya harus segera diubah, karna materi sebagai sebuah tujuan sangat kecil nilainya dan tidak bisa dibandingkan dengan ilmu pengetahuan yang didapat. Ilmu tidak bisa dibandi

Self Reflection

Setelah sekian lama bergulat dengan perasaan gak jelas, entah bersalah, tidak peduli, apatis atau apa namanya saya sendiri kesulitan menemukan kata yang tepat menggambarkan perasaan ini. yang pasti, gak ada yang salah dengan pemikiran saya selama ini, tentang tulisan-tulisan yang telah saya post di blog sederhana ini, semuanya (hampir 98%) hasil pemikiran saya sendiri. Plus yang membuat saya terhenti untuk sementara adalah pergulatan batin yang bagi saya adalah medan peperangan yang seakan tak akan pernah bisa saya menangi. Berkomunikasi pada alam bawah sadar sendiri adalah salah satu pertanda kecerdasan seseorang (katanya hehe), tapi bagaimana kalau pemikiran itu menjadi sebuah perangkap, atau bahkan penjara yang mengungkung kebebasan berpikir mu dan kau menjadi kerdil sejak dalam pikiran sendiri. Pada intinya saya menjadi semakin realistis (klise memang), dikarenakan hidup (realitas) meng-KO- saya keras sekali sampai menghujam ke bumi, menyadarkan saya kalau hidup tidak seperti y