Pendahuluan
Dalam beberapa hari ke depan seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali
akan menggelar hajat besar, yaitu pesta demokrasi pemilihan presiden yang
dilaksanakan serentak dengan pemilihan anggota legislatif tahun 2019. Banyak
persiapan telah dilakukan untuk mensukseskan hajat besar lima tahunan ini, tapi
yang cukup menyita perhatian tentu saja drama dan intrik jelang hari
pencoblosan, apalagi kalau bukan jurus-jurus kampanye yang dilakukan para
capres, caleg dan tim suksesnya untuk mendapatkan simpati masyarakat.
Dibalik
keriuhan menyambut pesta demokrasi ini, terselip harapan besar rakyat agar
terpilih pemimpin yang benar-benar dapat mewakili kepentingan rakyat, bukan
kepentingan segelintir kalangan elite apalagi pemilik modal. Kita semua
berharap melalui pemilihan umum yang demokratis akan lahir pemimpin-pemimpin
yang tidak hanya mementingkan diri sendiri, keluarga dan partainya saja, tapi
diatas semua itu adalah kepentingan rakyat Indonesia secara keseluruhan.
Tapi
kalau bicara mengenai rekam jejak para pemimpin kita di parlemen, data yang ada
justru menyesakkan dada, mulai dari para caleg eks koruptor yang kembali
mencalonkan diri, seakan sudah putus urat malunya, bahkan beberapa hari
terakhir kita kita dibikin kesal dengan kosongnya bangku-bangku para anggota
dewan yang terhormat dalam rapat yang seharusnya mereka hadiri sebagar
representasi “wakil rakyat” yang mereka emban, ditambah lagi daftar panjang
kepala daerah yang ditangkap KPK, aduhhh masih yakin gak nih ada pemimpin yang
amanah di negeri tercinta ini?.
Ditengah
fakta dan data yang suram itu, wajar rasanya kalau sebagian orang pesimis pada
kinerja pemerintahan sekarang maupun yang akan datang, karena, pemerintah yang
notabene adalah wakil rakyat yang seharusnya memperjuangkan kepentingan rakyat,
selalu berhasil mengecewakan kita semua dengan tingkah laku mereka.
Bahkan
mendekati hari H pencoblosan, sudah muncul beberapa pihak baik dari komunitas,
organisasi dan perseorangan yang terang-terangan menyatakan golput pada pemilu
nanti, secara keseluruhan alasan mereka sama, yaitu merasa tidak ada presiden
maupun wakil rakyat yang betul-betul
mewakili kepentingan mereka sebagai warga masyarakat.
Ini
menunjukkan kalau para pemimpin sekarang yang rata-rata adalah orang tua alias
kolot telah gagal mengadirkan optimisme dan pemerintahan yang bersih bagi
rakyat Indonesia. Lihat saja, korupsi merajalela, mereka para koruptor itu
tanpa rasa berdosa tersenyum dan melambaikan tangan ke kamera, dengan jas
oranye tahanan KPK yang mereka kenakan, mereka santai saja melenggang ditengah
kilauan cahaya kamera.
Korupsi
sudah dipandang bukan lagi sebagai kasus kejahatan luar biasa, tapi merupakan
aksi kriminal biasa karena sudah terlalu seringnya frekuensi kita
menyaksikannya, baik melalui media televisi, cetak dan berita online, daerah
maupun pusat, kecil maupun besar nominalnya maling tetap saja maling.
Itu
baru dari segi hukum, pemimpin sekarang telah gagal menerapkan hukum yang
membuat jera bagi para pelakunya. Juga dari sisi perlindungan sumber daya alam,
parahnya polusi di Jakarta bukan lagi isapan jempol, tapi fakta yang tak
terbantahkan, belum lagi setiap tahunnya di Riau, Kalimantan dan beberapa
daerah lain menjadi langganan kebakaran hutan akibat deforestasi oleh
perusahaan tak bertanggung jawab, selain hutan hilang, tanah rusak, habitat
satwa pun menjadi berkurang, jadi jangan salahkan gajah-gajah, harimau, monyet
dan binatang lainnya kalau mereka merangsek mencari makan ke desa-desa penduduk
sekitar hutan.
Kalau
saja kita mau membuat list kegagalan pemimpin sekarang, akan sangat panjang
rasanya, tapi apakah semua akan menghentikan kita untuk terus menumbuhkan
harapan dan optimisme, kalau suatu hari nanti akan tercipta pemimpin yang bisa
membawa Indonesia menjadi negara yang makmur gemah ripah loh jinawi.
Fakta
menyedihkan ini semua membuat kita bertanya-tanya, apa sih faktor utama yang
membuat para pelaku kejahatan seakan tak jera dan tak pernah berkurang
jumlahnya, untuk merusak tidak hanya alam Indonesia, tapi juga tatanan
kehidupan yang baik untuk anak cucu kita ke depan. Jawabannya menurut penulis
hanya satu, yaitu pemimpin kita gagal menerapkan hukum yang merata, bukan hukum
yang tajam kebawah tumpul ke atas, tengok saja koruptor ratusan milyar rupiah
hanya dihukum 3 tahun penjara, setelah bebas nanti, koruptor dan keluarganya
itu akan tetap kaya raya tujuh turunan.
Hukum
di negara kita masih tebang pilih, ketika maling ayam atau maling sendal
dibakar hidup-hidup di tengah jalan. Koruptor, pembalak liar hutan, perusak
lingkungan, bebas melenggang begitu saja dengan vonis hukuman yang tidak
seberapa, itu karena mereka memiliki uang, bisa menyewa pengacara, belum lagi
kalau kita mau bicara jujur tentang suap kepada para prakitisi hukum, sudah
berapa banyak kasus hakim yang disuap terbongkar, bukan lagi kelas pengadilan,
tapi sudah dalam level MK. Orang yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam
mencari keadilan, justru menjadi orang yang mengangkangi hukum itu sendiri.
Suap menyuap seakan sudah menjadi nafas kehidupan di tengah semrawutnya
birokrasi kita.
Itulah kekakuan
orang tua pada system hukum yang dipelajarinya bertahun-tahun, seharusnya hukum
berpihak pada rasa keadilan berdasarkan fakta, bukan bukti-bukti buatan diatas
kertas saja. Mereka para orang tua, yang tua pemikirannya, kolot dalam
memandang masalah, merasa paling benar dan paling tahu segala hal karna
ke-tua-annya. Kaku membuat dan menimbang keputusan, mereka adalah produk jaman
dahulu kala, jaman dimana segala hal bisa diatur kalau ada “orang dalam”, jaman
dimana keterbukaan informasi public tidak seterbuka sekarang.
Inilah
saat yang tepat untuk pemimpin muda unjuk gigi ke depan, YANG MUDA YANG
BERKARYA. bicara soal muda bukan hanya dari segi umurnya saja, tapi juga dari
spirit, pandangan, dan rencana ke depan. Sudah terlalu banyak pemimpin kolot
yang memimpin lini-lini penting dalam kepemerintahan negeri ini, baik
kementerian, BUMN dan korporasi besar, ditengah jaman yang sangat maju
tekonologi informasinya, sudah waktunya yang muda yang berkarya!
ISI
Salah
satu presiden Amerika Serikat paling termasyhur John F Kennedy atau lebih
dikenal dengan panggilan JFK pernah berkata, “Jangan tanya apa yang bisa negara
berikan untukmu, tapi tanyakan pada dirimu sendiri apa yang bisa kau berikan
untuk negaramu”. Ucapan beliau menjadi salah satu quote yang paling tersohor
dan paling banyak dikutip politisi, aktivis, hingga negarawan hingga kini,
menilik dari maknanya yang dalam tak pelak quote dari presiden JFK yang tewas
secara tragis karena dibunuh ini, telah menginspirasi jutaan manusia di seluruh
dunia untuk berkontribusi bagi perkembangan di negaranya masing-masing.
Tak
terkecuali di negara tercinta kita Indonesia. Bapak bangsa kita Bung Karno
bahkan tak mau ketinggalan juga, beliau pernah berkata, “Beri aku 1000 orang
tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya, beri aku 10 pemuda maka akan
kuguncang dunia”. Siapa yang tidak bergelora dadanya membaca kata-kata ini?.
Bagaimana kalau kita sama-sama membayangkan, pejamkan mata, mainkan imajinasi Anda, Bung Karno yang terkenal dengan sebutannya sebagai singa podium, Bung Karno diatas singgasananya, podium rakyat, meneriakkan kata-kata sakti diatas, ditengah jutaan rakyat Indonesia yang setia menanti setiap penggal kata-kata magis keluar dari mulutnya, dengan keadaan rakyat yang telah sangat rindu akan kemerdekaan, dan dengan suara lantang, Bung
Karno
berkata seperti itu kepada nenek moyang kita, yang pada intinya pesan itu untuk
generasi penerusnya, ya, kita semua.
Siapa
yang tidak tergerak hatinya?, Perkataan itu tidak hanya menggambarkan kegigihan
Soekarno membangun sebuah nation baru
bernama Indonesia, tapi juga untuk menarik dukungan, membangkitkan gairah para
pemimpin muda untuk maju dan bergerak bersama menyongsong kemajuan Indonesia,
karena Soekarno paham betul, dirinya, Bung Hatta dan para founding fathers Indonesia lainnya telah memasuki masa senja
mereka, mereka tidak ingin menyerahkan nasib bang Indonesia kepada generasi
muda yang lemah, mereka ingin memastikan kalau kejayaan bangsa ini berada di
tangan yang tepat, yaitu pemuda-pemudi terbaik ibu pertiwi sebagai calon pemimpin.
Maka
dari itu, peran pemuda pada kemajuan sebuah bangsa adalah vital dan pasti. Jadi
jikalau suatu negara menginginkan kemajuan dalam segala sektor, ladang
investasi yang paling tepat adalah mempersiapkan generasi mudanya sebagai calon
pemimpin masa depan, bukan lagi menggantungkan harapan pada orang-orang tua
yang cara berpikirnya sudah ketinggalan jaman, pempimpin ideal menurut
milenials bagi penulis adalah, pemimpin yang mewakili masanya, pemimpin yang
mengerti betul arah perkembangan jaman dan rakyatnya, yaitu pemimpin muda,
bukan hanya dari segi umur, tapi juga dari stamina dan semangat juang.
Mari
tengok sejarah berdirinya bangsa ini sejenak, pemuda memang memiliki peran
penting dalam sejarah Republik Indonesia. Dengan beraninya mereka
"menculik" Soekarno dan Mohammad Hatta ke Rengasdengklok, Jawa Barat,
Indonesia kemudian memproklamasikan kemerdekaannya.
Namun
yang perlu dicatat dan diingat kembali, peran pemuda dalam usaha kemerdekaan
telah dilakukan jauh sebelum 1945. Tujuh tahun setelah berdirinya Budi Oetomo
pada 1908 misalnya, pergerakan pemuda mulai bangkit walau masih sendiri-sendiri
atau dalam suasana kesukuan, mereka belum terkumpul dalam satu wadah.
Adalah
seorang pemuda bernama Satiman yang menjadi motor penggerak bagi pergerakan
pemuda. Tri Koro Darmo menjadi wadah awal dari perhimpunan pemuda. Kelak, para
pemuda menyatukan tekadnya demi Indonesia dalam sebuah momentum yang dikenal
dengan sebutan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.
Menurut
buku Indonesia dalam Arus Sejarah (2013),
organisasi Tri Koro Dharmo adalah perkumpulan pelajar yang berdiri pada 7 Maret
1915. Anggotanya dari hasil seleksi pelajar bumiputra yang berasal dari
perguruan dan sekolah-sekolah yang ada di Jawa. Pelajar dari Jawa dan Madura
menjadi inti dari perkumpulan ini. Misi utama perkumpulan saat pertama kali
dibentuk bukanlah kemerdekaan, karena kemerdekaan masih menjadi cita-cita yang
terpatri jauh, dan mereka paham betul memang situasinya belum memungkinkan
ketika itu.
Lalu
apa misi utama mereka para pemuda gagah berani itu? Memberantas buta huruf!.
Ya, mereka ingin menciptakan generasi bumiputra yang unggul melalui pendidikan,
tanpa pendidikan yang layak akan mustahil lahir generasi terbaik sebuah bangsa.
Tri
Koro Dharmo memiliki makna tiga tujuan mulia (sakti, bukti, bakti), karena
terdapat sebuah desakan Tri Koro Dharmo menjadi lebih luas, maka diubahlah
namanya menjadi Jong Java. Seluruh pelajar dari Jawa, Madura, Bali dan Lombok
bisa bergabung dalam wadah ini. Berbagai kongres digelar untuk menyebarkan ke
banyak kalangan akan pentingnya peran dari pemuda.
Dari sinilah istilah "Sumpah Pemuda"
muncul. Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928 menghasilkan 3 butir kalimat
sakti :
Pertama: Kami putra dan putri
Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
Kedua: Kami putra dan putri
Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia Ketiga: Kami putra dan putri
Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Bagaimana
caranya menciptakan pemimpin muda yang ideal?, banyak cara yang bisa ditempuh,
dan salah satunya adalah para pemuda harus menjadi pemimpin di lembaga- lembaga
tertinggi pemerintahan, diberi kesempatan untuk mengemban amanah dan bekerja
sesuai idealismenya dan paling penting sesuai pancasila, tapi kesempatan itu
tidak akan datang kalau mereka tidak berkualitas, maka dibutuhkan
penggemblengan melalui sistem yang terencana dengan baik.
Yang
menjadi masalah adalah, pemuda unggul tidaklah lahir dari sebuah kebetulan
semata, harus ada perjuangan ke arah situ, ada sistem yang dibangun, salah
satunya melalui jalan pendidikan. Sebagaimana telah kita ketahui bersama,
pemerataan pendidikan di Indonesia belum lah terasa, masih sangat banyak kasus
dimana kesenggangan pendidikan antara si kaya dan si miskin, penduduk di kota
dan daerah sangat terasa perbedaannya. Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja,
jurang pemisah itu harus segera diselesaikan, pendidikan adalah hak bagi semua
warga negara, tak terkecuali. Tak peduli dari latar belakang apa, anak-anak
Indonesia wajib mendapatkan fasilitas pendidikan terbaik.
Penyediaan
fasilitas pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi kita semua
yang merasa concern pada perkembangan generasi penerus Indonesia kedepannya.
Ketika kita bicara tentang pendidikan, bukan hanya fisik gedung sekolahan dan
universitas yang menjadi concern, tapi lebih ke hulu lagi yaitu sistemnya,
“manajemen pendidikan yang memanusiakan manusia”. Itu yang harus diperhatikan
para pendidik negeri ini mulai dari sekarang.
Ingat,
kita berkejaran dengan waktu yang semakin hari semakin cepat berlalu, bangsa
Amerika, China, India, Jepang telah menjelajah angkasa raya, dan dimana posisi
kita? Apakah kita baru memakai celana?. Kompetisi untuk menorehkan sejarah
bukanlah untuk sembrang orang, tapi manusia-manusia terpilih, dan itu hanya
bisa terwujud kalau sumber daya manusianya telah mampu menjadi manusia seutuhnya.
Pendidikan
kita tidak boleh lagi melihat anak-anak kita sebagai robot, apalagi bahan
komoditi sementara, yang tak lain ujung-ujungnya berorientasi materi atau
ekonomi. Tapi juga diharapkan mampu membangun sisi emosional, spiritual dan
kecerdasannya.
Dan
penulis yakin, cita-cita mulia itu hanya bisa diterapkan kalau kita memiliki
pemimpin yang muda!
Pemimpin
yang muda berarti pemimpin yang tidak kolot cara berpikirnya, out of the box kalau bahasa anak
mudanya. Dia mengerti aturan tapi tidak terikat pada aturan, dia fleksibel pada
masalah selama itu tidak menimbulkan masalah, contoh sederhana misalnya, berani
untuk menentang protokoler yang dirasa terlalu berlebihan, seperti memakai
voorijder di jalan raya, ada pemimpin yang merasa pengawalan dengan voorijder
polisi terlalu berlebihan bahkan apabila sampai menimbulkan kemacetan, ya sudah tidak usah pakai.
Indonesia
terkenal dengan birokrasi yang bertele-tele dan pelayanan yang kurang ramah
terhadap masyarakat, baik ketika mengurus administrasi kependudukan dan lain
sebagainya. Akui saja, kita semua sudah sangat malas dan muak kalau berurusan
dengan tetek bengek birokrasi dan administrasi ini itu, iya kan?. Mau berobat
saja contohnya, kita diharuskan mengurus dokumen, bla bla bla yang banyaknya
minta ampun, baru diberi pelayanan kesehatan, apa tidak mati duluan itu
pasiennya?.
Kalau
pemimpin yang muda mengepalai suatu lembaga, Ia akan mampu mendobrak tradisi
lama ini, dia tidak kaku terhadap aturan, cara berpikirnya yang simpel dan
logis diharapkan mampu membawa hawa perubahan terhadap pelanyanan masyarakat
yang lebih manusiawi.
Berikut ini beberapa kriteria pemimpin muda menurut penulis :
1. Open Minded
Dia
haruslah seorang yang berpikiran terbuka, tidak kaku pada keadaan dan sistem
yang ada, mau menerima perubahan dan masukan, pun apabila masukan itu datang
dari orang yang jauh lebih muda dari dirinya, pada intinya mau belajar. Para
orang tua aka pemimpin kolot, selalu merasa paling benar, karena keseniorannya
di kantor misalnya, Ia enggan menerima masukan dari orang yang secara
struktural berada di bawahnya, namun ketika diberi perintah oleh bos nya, dia
akan manut-manut saja, tanpa berani membantah walaupun tidak setuju. Pemimpin
yang muda nantinya diharapkan berani beradu argumen, dan berani untuk
dikritisi.
2. Mengerti Teknologi/Tidak Gaptek
Ditengah
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sekarang yang sangat cepat, maka
sudah menjadi keharusan pemimpin muda dambaan milenial mengerti akan itu semua,
sederhananya bisa dilihat apakah ia memiliki sosial media yang dikelola
sendiri, bukan oleh orang kantornya. Lihat saja gubernur Jawa Barat Ridwan
Kamil, salah satu contoh pemimpin muda daerah yang mampu memanfaatkan sosial
media sebagai media penampung aspirasi warganya dan sosialisasi program kerja.
Bahkan penulis yakin, kemenangan gilang gemilang RK dalam kontestasi pilgub
Jabar beberapa waktu yang lalu karena salah satunya kepopuleran RK atau biasa
disapa Kang Emil dalam jagat sosial media. Sosial media digunakan Kang Emil
untuk mensosilisasikan program kerja pemerintah yang Ia pimpin, menjawab
kritikan bahkan hoaks yang seringkali menimpa dirinya, bahkan Kang Emil
terkenal juga sering kali membalas secara langsung komentar yang menyerang
dirinya di Instagram dengan data dan fakta yang akurat. Karena sejauh mana
seorang pemimpin paham tentang program daerah yang dipimpinnya bisa dilihat juga lewat bagaimana
Ia
mengkomunikasikannya
kepada rakyat, dan salah satunya media yang efektif adalah, ya sosial media.
3. Berani Mengeluarkan Kebijakan Kekinian, Tidak Mengikuti Arus
Sudah
bukan rahasia umum lagi, sistem negara kita mulai dari Undang-undang dan
sebagainya masih banyak yang mengadopsi dari peninggalan Belanda. Tentu saja
ini tidak salah, selama kita mengambil yang baik-baiknya saja, yang sesuai
dengan kultur budaya kita. Alangkah baiknya kalau kita bisa menciptakan sistem
sendiri, aturan- aturan berdasarkan Pancasila. Memang dibutuhkan keberanian
untuk mendobrak tatanan yang sudah lama dipakai, tapi tidak ada yang tidak
mungkin, pertanyaannya adalah, siapa berani coba?.
4. Bisa Merangkul Semua
Indonesia
adalah negara majemuk, seyogianya perbdedaan bukan menjadi penghalang bagi kita
menyongsong kemajuan, tapi beberapa waktu belakangan isu ini kembali hangat
diperbincangkan hanya karena perebutan kursi jabatan. Pemimpin yang bijak akan
mampu melihas masalah ini sebagai sebuah kekuatan rahasia, kemajemukan
Indonesia harus menjadi senjata untuk mempersatukan bukan justru sebaliknya,
karena slogan Bhineka Tunggal Ika bukanlah kalimat biasa, tapi slogan sakti
yang hanya kita yang memiliki.
5. Tidak Anti Kritik
Demokrasi
Indonesia tercoreng, sekarang kita tidak sebebas dulu lagi dalam menyuarakan
pendapat dan kritikan bagi pemerintah, mulai dari diterbitkannya undang-undang
karet yang menjerat siapa saja yang dinilai menyentil pemerintah, sampai UU ITE
yang kontroversial. Kebebasan berpendapat adalah esensi dari demokrasi, kalau
pemerintah tidak mau dikritik, ya tidak
usah menjadi pejabat publik. Menjadi pemimpin tidak bisa baperan, karena adanya
kritik dari oposisi, lawan politik dan siapapun adalah tanda, kalau Anda
diawasi, tanda kalau Indonesia banyak dicintai, kita tidak mau Indonesia rusak
karena arogansi pemimpin.
PENUTUP
Bila berbicara
tentang keterbukaan informasi public dulu dan sekarang tentu jauh bedanya.
Keterbukaan atas informasi yang berhak diketahaui public atau istilahnya
transparansi informasi adalah bagian dari kemajuan jaman itu sendiri, kemajuan
cara berpikir masyrakatnya itu sendiri, dan system sebagai perangkat peraturan
harusnya menyesuaikan dengan perkembangan itu, bukannya malah menutup diri
merasa paling benar bersembunyi dibalik hukum-hukum kuno yang ketinggalan
jaman, semua ini adalah produk manusia, dan manusia itu berubah sesuai jaman
nya, dan itu sebuah keniscayaan kalau tidak mau tertinggal dan terbelakang.
Pemikiran yang kolot dan anti kritik tidak cocok dijaman sekarang, dimana
tuntutan public yang semakin vokal atas hak-hak mereka akan informasi dan
transparansi segala kebijakan-kebijakan pemerintah, yang secara langsung maupun
tidak, ber-efek pada kehidupan mereka.
Regenerasi dalam
tubuh instansi pemerintahan di banyak sektor di Negara ini merupakan sebuah
keharusan yang harus segera diinisiasi dan dimulai dari sekaranag juga,
generasi baru atau para pemuda yang membawa pemikiran segar, dinamis dan
solutif harus di dukung sepenuhnya oleh pemerintah terutama rakyat. Pemuda
adalah masa depan, pemuda adalah motor penggerak yang akan membawa mobil bernama
Indonesia kearah yang lebih memanusiakan manusia atau tetap jalan ditempat yang
sama setelah sekian ratus tahun tak pernah beranjak dari lubang lumpur
birokrasi yang sama, atau malah lebih parah tanpa kita sadari ternyata kita
berjalan mundur diantara kendaraan super mewah lainnya yang melesat dikanan dan
kiri kita.
Inisisatif dari
pemuda diperlukan tapi juga kesadaran dari yang tua tak dipungkiri lagi
haruslah menjadi faktor yang paling penting juga, kita adalah bangsa yang
terkenal akan kesopanan, budi pekerti, dan rasa saling menghormati yang luhur,
dari fakta itu tidaklah boleh dihilangkan sampai kapanpun, sopan santun kepada
yang lebih tua bukan lagi aturan rumah tangga dan bermasyarakat, lebih dari itu
adalah sebuah kewajiban dan identitas bangsa ini. Menghormati, memperlakukan
setiap orang tua selayaknya mereka orang tua kita sendiri adalah pelestarian
nilai-nilai luhur yang akan membawa bangsa ini dipandang sebagai manusia
beradab, toleran, dan menjunjung tinggi kemanusiaan dan paling penting anti
segala bentuk penindasan dan perbuatan pengrusakan yang bertentangan dengan
norma dan hukum susila.
Para orang tua harus
legowo dan sadar sepenuhnya kalau masa mereka telah lewat, bumi telah berubah
begitupun manusia dan system yang dibawanya. Daun yang gugur dan digantikan
kembali dengan tunas daun yang lebih muda dan segar adalah hukum alam, dan itu
merupakan bentuk transformasi alam yang fase nya tak mungkin dapat terlewatkan,
kalau pohon besar itu ingin bertahan di segala musim maka pohon itu harus rela
menggugurkan daun-daunnya pada musim panas dan menumbuhkannya kembali di musim
yang lebih basah, baru dia akan tetap hidup semakin tinggi dan siap memberikan
manfaat pada alam dimana ia tumbuh sebagai bagian dari perputaran siklus hidup
makhluk yang ada dibumi.
Kini adalah
masanya yang muda yang memimpin. Dimanapun itu tidak melulu hanya soal
pemerintahan dan instansi dibawahnya, tapi segala sektor yang bersentuhan
langsung dengan masyarakat, yang berdampak langsung pada kelangsungan hidup
sebuah komunitas atau kelompok sosial dalam lingkungan yang meletakkan
nilai-nilai kemanusiaan dan kasih sayang sebagai dasar utama setiap pengambilan
kebijakan dan penentuan keputusan.
REFERENSI
Abdullah, Taufik, dan Lapian, AB. 2013. Indonesia Dalam Arus Sejarah.
Kumparan.com Kompas.com
Artikel menarik https://www.cekaja.com/info/jurusan-paling-favorit-di-universitas-lambung-mangkurat-bidang-saintek-dan-soshum
ReplyDelete