Skip to main content

Kudeta Pemimpin Kolot, Saatnya Yang Muda Berkarya





Pendahuluan

Dalam beberapa hari ke depan seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali akan menggelar hajat besar, yaitu pesta demokrasi pemilihan presiden yang dilaksanakan serentak dengan pemilihan anggota legislatif tahun 2019. Banyak persiapan telah dilakukan untuk mensukseskan hajat besar lima tahunan ini, tapi yang cukup menyita perhatian tentu saja drama dan intrik jelang hari pencoblosan, apalagi kalau bukan jurus-jurus kampanye yang dilakukan para capres, caleg dan tim suksesnya untuk mendapatkan simpati masyarakat.
Dibalik keriuhan menyambut pesta demokrasi ini, terselip harapan besar rakyat agar terpilih pemimpin yang benar-benar dapat mewakili kepentingan rakyat, bukan kepentingan segelintir kalangan elite apalagi pemilik modal. Kita semua berharap melalui pemilihan umum yang demokratis akan lahir pemimpin-pemimpin yang tidak hanya mementingkan diri sendiri, keluarga dan partainya saja, tapi diatas semua itu adalah kepentingan rakyat Indonesia secara keseluruhan.
Tapi kalau bicara mengenai rekam jejak para pemimpin kita di parlemen, data yang ada justru menyesakkan dada, mulai dari para caleg eks koruptor yang kembali mencalonkan diri, seakan sudah putus urat malunya, bahkan beberapa hari terakhir kita kita dibikin kesal dengan kosongnya bangku-bangku para anggota dewan yang terhormat dalam rapat yang seharusnya mereka hadiri sebagar representasi “wakil rakyat” yang mereka emban, ditambah lagi daftar panjang kepala daerah yang ditangkap KPK, aduhhh masih yakin gak nih ada pemimpin yang amanah di negeri tercinta ini?.
Ditengah fakta dan data yang suram itu, wajar rasanya kalau sebagian orang pesimis pada kinerja pemerintahan sekarang maupun yang akan datang, karena, pemerintah yang notabene adalah wakil rakyat yang seharusnya memperjuangkan kepentingan rakyat, selalu berhasil mengecewakan kita semua dengan tingkah laku mereka.
Bahkan mendekati hari H pencoblosan, sudah muncul beberapa pihak baik dari komunitas, organisasi dan perseorangan yang terang-terangan menyatakan golput pada pemilu nanti, secara keseluruhan alasan mereka sama, yaitu merasa tidak ada presiden maupun  wakil rakyat yang betul-betul mewakili kepentingan mereka sebagai warga masyarakat.
Ini menunjukkan kalau para pemimpin sekarang yang rata-rata adalah orang tua alias kolot telah gagal mengadirkan optimisme dan pemerintahan yang bersih bagi rakyat Indonesia. Lihat saja, korupsi merajalela, mereka para koruptor itu tanpa rasa berdosa tersenyum dan melambaikan tangan ke kamera, dengan jas oranye tahanan KPK yang mereka kenakan, mereka santai saja melenggang ditengah kilauan cahaya kamera.


Korupsi sudah dipandang bukan lagi sebagai kasus kejahatan luar biasa, tapi merupakan aksi kriminal biasa karena sudah terlalu seringnya frekuensi kita menyaksikannya, baik melalui media televisi, cetak dan berita online, daerah maupun pusat, kecil maupun besar nominalnya maling tetap saja maling.
Itu baru dari segi hukum, pemimpin sekarang telah gagal menerapkan hukum yang membuat jera bagi para pelakunya. Juga dari sisi perlindungan sumber daya alam, parahnya polusi di Jakarta bukan lagi isapan jempol, tapi fakta yang tak terbantahkan, belum lagi setiap tahunnya di Riau, Kalimantan dan beberapa daerah lain menjadi langganan kebakaran hutan akibat deforestasi oleh perusahaan tak bertanggung jawab, selain hutan hilang, tanah rusak, habitat satwa pun menjadi berkurang, jadi jangan salahkan gajah-gajah, harimau, monyet dan binatang lainnya kalau mereka merangsek mencari makan ke desa-desa penduduk sekitar hutan.
Kalau saja kita mau membuat list kegagalan pemimpin sekarang, akan sangat panjang rasanya, tapi apakah semua akan menghentikan kita untuk terus menumbuhkan harapan dan optimisme, kalau suatu hari nanti akan tercipta pemimpin yang bisa membawa Indonesia menjadi negara yang makmur gemah ripah loh jinawi.
Fakta menyedihkan ini semua membuat kita bertanya-tanya, apa sih faktor utama yang membuat para pelaku kejahatan seakan tak jera dan tak pernah berkurang jumlahnya, untuk merusak tidak hanya alam Indonesia, tapi juga tatanan kehidupan yang baik untuk anak cucu kita ke depan. Jawabannya menurut penulis hanya satu, yaitu pemimpin kita gagal menerapkan hukum yang merata, bukan hukum yang tajam kebawah tumpul ke atas, tengok saja koruptor ratusan milyar rupiah hanya dihukum 3 tahun penjara, setelah bebas nanti, koruptor dan keluarganya itu akan tetap kaya raya tujuh turunan.
Hukum di negara kita masih tebang pilih, ketika maling ayam atau maling sendal dibakar hidup-hidup di tengah jalan. Koruptor, pembalak liar hutan, perusak lingkungan, bebas melenggang begitu saja dengan vonis hukuman yang tidak seberapa, itu karena mereka memiliki uang, bisa menyewa pengacara, belum lagi kalau kita mau bicara jujur tentang suap kepada para prakitisi hukum, sudah berapa banyak kasus hakim yang disuap terbongkar, bukan lagi kelas pengadilan, tapi sudah dalam level MK. Orang yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam mencari keadilan, justru menjadi orang yang mengangkangi hukum itu sendiri. Suap menyuap seakan sudah menjadi nafas kehidupan di tengah semrawutnya birokrasi kita.
Itulah kekakuan orang tua pada system hukum yang dipelajarinya bertahun-tahun, seharusnya hukum berpihak pada rasa keadilan berdasarkan fakta, bukan bukti-bukti buatan diatas kertas saja. Mereka para orang tua, yang tua pemikirannya, kolot dalam memandang masalah, merasa paling benar dan paling tahu segala hal karna ke-tua-annya. Kaku membuat dan menimbang keputusan, mereka adalah produk jaman dahulu kala, jaman dimana segala hal bisa diatur kalau ada “orang dalam”, jaman dimana keterbukaan informasi public tidak seterbuka sekarang.


Inilah saat yang tepat untuk pemimpin muda unjuk gigi ke depan, YANG MUDA YANG BERKARYA. bicara soal muda bukan hanya dari segi umurnya saja, tapi juga dari spirit, pandangan, dan rencana ke depan. Sudah terlalu banyak pemimpin kolot yang memimpin lini-lini penting dalam kepemerintahan negeri ini, baik kementerian, BUMN dan korporasi besar, ditengah jaman yang sangat maju tekonologi informasinya, sudah waktunya yang muda yang berkarya!

ISI


Salah satu presiden Amerika Serikat paling termasyhur John F Kennedy atau lebih dikenal dengan panggilan JFK pernah berkata, “Jangan tanya apa yang bisa negara berikan untukmu, tapi tanyakan pada dirimu sendiri apa yang bisa kau berikan untuk negaramu”. Ucapan beliau menjadi salah satu quote yang paling tersohor dan paling banyak dikutip politisi, aktivis, hingga negarawan hingga kini, menilik dari maknanya yang dalam tak pelak quote dari presiden JFK yang tewas secara tragis karena dibunuh ini, telah menginspirasi jutaan manusia di seluruh dunia untuk berkontribusi bagi perkembangan di negaranya masing-masing.
Tak terkecuali di negara tercinta kita Indonesia. Bapak bangsa kita Bung Karno bahkan tak mau ketinggalan juga, beliau pernah berkata, “Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya, beri aku 10 pemuda maka akan kuguncang dunia”. Siapa yang tidak bergelora dadanya membaca kata-kata ini?.


Bagaimana kalau kita sama-sama membayangkan, pejamkan mata, mainkan imajinasi Anda, Bung Karno yang terkenal dengan sebutannya sebagai singa podium, Bung Karno diatas singgasananya, podium rakyat, meneriakkan kata-kata sakti diatas, ditengah jutaan rakyat Indonesia yang setia menanti setiap penggal kata-kata magis keluar dari mulutnya, dengan keadaan rakyat yang telah sangat rindu akan kemerdekaan, dan dengan suara lantang, Bung


Karno berkata seperti itu kepada nenek moyang kita, yang pada intinya pesan itu untuk generasi penerusnya, ya, kita semua.
Siapa yang tidak tergerak hatinya?, Perkataan itu tidak hanya menggambarkan kegigihan Soekarno membangun sebuah nation baru bernama Indonesia, tapi juga untuk menarik dukungan, membangkitkan gairah para pemimpin muda untuk maju dan bergerak bersama menyongsong kemajuan Indonesia, karena Soekarno paham betul, dirinya, Bung Hatta dan para founding fathers Indonesia lainnya telah memasuki masa senja mereka, mereka tidak ingin menyerahkan nasib bang Indonesia kepada generasi muda yang lemah, mereka ingin memastikan kalau kejayaan bangsa ini berada di tangan yang tepat, yaitu pemuda-pemudi terbaik ibu pertiwi sebagai calon pemimpin.
Maka dari itu, peran pemuda pada kemajuan sebuah bangsa adalah vital dan pasti. Jadi jikalau suatu negara menginginkan kemajuan dalam segala sektor, ladang investasi yang paling tepat adalah mempersiapkan generasi mudanya sebagai calon pemimpin masa depan, bukan lagi menggantungkan harapan pada orang-orang tua yang cara berpikirnya sudah ketinggalan jaman, pempimpin ideal menurut milenials bagi penulis adalah, pemimpin yang mewakili masanya, pemimpin yang mengerti betul arah perkembangan jaman dan rakyatnya, yaitu pemimpin muda, bukan hanya dari segi umur, tapi juga dari stamina dan semangat juang.
Mari tengok sejarah berdirinya bangsa ini sejenak, pemuda memang memiliki peran penting dalam sejarah Republik Indonesia. Dengan beraninya mereka "menculik" Soekarno dan Mohammad Hatta ke Rengasdengklok, Jawa Barat, Indonesia kemudian memproklamasikan kemerdekaannya.
Namun yang perlu dicatat dan diingat kembali, peran pemuda dalam usaha kemerdekaan telah dilakukan jauh sebelum 1945. Tujuh tahun setelah berdirinya Budi Oetomo pada 1908 misalnya, pergerakan pemuda mulai bangkit walau masih sendiri-sendiri atau dalam suasana kesukuan, mereka belum terkumpul dalam satu wadah.
Adalah seorang pemuda bernama Satiman yang menjadi motor penggerak bagi pergerakan pemuda. Tri Koro Darmo menjadi wadah awal dari perhimpunan pemuda. Kelak, para pemuda menyatukan tekadnya demi Indonesia dalam sebuah momentum yang dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.



Menurut buku Indonesia dalam Arus Sejarah (2013), organisasi Tri Koro Dharmo adalah perkumpulan pelajar yang berdiri pada 7 Maret 1915. Anggotanya dari hasil seleksi pelajar bumiputra yang berasal dari perguruan dan sekolah-sekolah yang ada di Jawa. Pelajar dari Jawa dan Madura menjadi inti dari perkumpulan ini. Misi utama perkumpulan saat pertama kali dibentuk bukanlah kemerdekaan, karena kemerdekaan masih menjadi cita-cita yang terpatri jauh, dan mereka paham betul memang situasinya belum memungkinkan ketika itu.
Lalu apa misi utama mereka para pemuda gagah berani itu? Memberantas buta huruf!. Ya, mereka ingin menciptakan generasi bumiputra yang unggul melalui pendidikan, tanpa pendidikan yang layak akan mustahil lahir generasi terbaik sebuah bangsa.
Tri Koro Dharmo memiliki makna tiga tujuan mulia (sakti, bukti, bakti), karena terdapat sebuah desakan Tri Koro Dharmo menjadi lebih luas, maka diubahlah namanya menjadi Jong Java. Seluruh pelajar dari Jawa, Madura, Bali dan Lombok bisa bergabung dalam wadah ini. Berbagai kongres digelar untuk menyebarkan ke banyak kalangan akan pentingnya peran dari pemuda.


Dari sinilah istilah "Sumpah Pemuda" muncul. Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928 menghasilkan 3 butir kalimat sakti :
Pertama: Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
Kedua: Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia Ketiga: Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Bagaimana caranya menciptakan pemimpin muda yang ideal?, banyak cara yang bisa ditempuh, dan salah satunya adalah para pemuda harus menjadi pemimpin di lembaga- lembaga tertinggi pemerintahan, diberi kesempatan untuk mengemban amanah dan bekerja sesuai idealismenya dan paling penting sesuai pancasila, tapi kesempatan itu tidak akan datang kalau mereka tidak berkualitas, maka dibutuhkan penggemblengan melalui sistem yang terencana dengan baik.
Yang menjadi masalah adalah, pemuda unggul tidaklah lahir dari sebuah kebetulan semata, harus ada perjuangan ke arah situ, ada sistem yang dibangun, salah satunya melalui jalan pendidikan. Sebagaimana telah kita ketahui bersama, pemerataan pendidikan di Indonesia belum lah terasa, masih sangat banyak kasus dimana kesenggangan pendidikan antara si kaya dan si miskin, penduduk di kota dan daerah sangat terasa perbedaannya. Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, jurang pemisah itu harus segera diselesaikan, pendidikan adalah hak bagi semua warga negara, tak terkecuali. Tak peduli dari latar belakang apa, anak-anak Indonesia wajib mendapatkan fasilitas pendidikan terbaik.
Penyediaan fasilitas pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi kita semua yang merasa concern pada perkembangan generasi penerus Indonesia kedepannya. Ketika kita bicara tentang pendidikan, bukan hanya fisik gedung sekolahan dan universitas yang menjadi concern, tapi lebih ke hulu lagi yaitu sistemnya, “manajemen pendidikan yang memanusiakan manusia”. Itu yang harus diperhatikan para pendidik negeri ini mulai dari sekarang.
Ingat, kita berkejaran dengan waktu yang semakin hari semakin cepat berlalu, bangsa Amerika, China, India, Jepang telah menjelajah angkasa raya, dan dimana posisi kita? Apakah kita baru memakai celana?. Kompetisi untuk menorehkan sejarah bukanlah untuk sembrang orang, tapi manusia-manusia terpilih, dan itu hanya bisa terwujud kalau sumber daya manusianya telah mampu menjadi manusia seutuhnya.
Pendidikan kita tidak boleh lagi melihat anak-anak kita sebagai robot, apalagi bahan komoditi sementara, yang tak lain ujung-ujungnya berorientasi materi atau ekonomi. Tapi juga diharapkan mampu membangun sisi emosional, spiritual dan kecerdasannya.
Dan penulis yakin, cita-cita mulia itu hanya bisa diterapkan kalau kita memiliki pemimpin yang muda!


Pemimpin yang muda berarti pemimpin yang tidak kolot cara berpikirnya, out of the box kalau bahasa anak mudanya. Dia mengerti aturan tapi tidak terikat pada aturan, dia fleksibel pada masalah selama itu tidak menimbulkan masalah, contoh sederhana misalnya, berani untuk menentang protokoler yang dirasa terlalu berlebihan, seperti memakai voorijder di jalan raya, ada pemimpin yang merasa pengawalan dengan voorijder polisi terlalu berlebihan bahkan apabila sampai menimbulkan kemacetan, ya sudah tidak usah pakai.
Indonesia terkenal dengan birokrasi yang bertele-tele dan pelayanan yang kurang ramah terhadap masyarakat, baik ketika mengurus administrasi kependudukan dan lain sebagainya. Akui saja, kita semua sudah sangat malas dan muak kalau berurusan dengan tetek bengek birokrasi dan administrasi ini itu, iya kan?. Mau berobat saja contohnya, kita diharuskan mengurus dokumen, bla bla bla yang banyaknya minta ampun, baru diberi pelayanan kesehatan, apa tidak mati duluan itu pasiennya?.
Kalau pemimpin yang muda mengepalai suatu lembaga, Ia akan mampu mendobrak tradisi lama ini, dia tidak kaku terhadap aturan, cara berpikirnya yang simpel dan logis diharapkan mampu membawa hawa perubahan terhadap pelanyanan masyarakat yang lebih manusiawi.

Berikut ini beberapa kriteria pemimpin muda menurut penulis :


1.       Open Minded
Dia haruslah seorang yang berpikiran terbuka, tidak kaku pada keadaan dan sistem yang ada, mau menerima perubahan dan masukan, pun apabila masukan itu datang dari orang yang jauh lebih muda dari dirinya, pada intinya mau belajar. Para orang tua aka pemimpin kolot, selalu merasa paling benar, karena keseniorannya di kantor misalnya, Ia enggan menerima masukan dari orang yang secara struktural berada di bawahnya, namun ketika diberi perintah oleh bos nya, dia akan manut-manut saja, tanpa berani membantah walaupun tidak setuju. Pemimpin yang muda nantinya diharapkan berani beradu argumen, dan berani untuk dikritisi.

2.       Mengerti Teknologi/Tidak Gaptek

Ditengah kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sekarang yang sangat cepat, maka sudah menjadi keharusan pemimpin muda dambaan milenial mengerti akan itu semua, sederhananya bisa dilihat apakah ia memiliki sosial media yang dikelola sendiri, bukan oleh orang kantornya. Lihat saja gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, salah satu contoh pemimpin muda daerah yang mampu memanfaatkan sosial media sebagai media penampung aspirasi warganya dan sosialisasi program kerja. Bahkan penulis yakin, kemenangan gilang gemilang RK dalam kontestasi pilgub Jabar beberapa waktu yang lalu karena salah satunya kepopuleran RK atau biasa disapa Kang Emil dalam jagat sosial media. Sosial media digunakan Kang Emil untuk mensosilisasikan program kerja pemerintah yang Ia pimpin, menjawab kritikan bahkan hoaks yang seringkali menimpa dirinya, bahkan Kang Emil terkenal juga sering kali membalas secara langsung komentar yang menyerang dirinya di Instagram dengan data dan fakta yang akurat. Karena sejauh mana seorang pemimpin paham tentang program daerah yang dipimpinnya bisa dilihat juga lewat bagaimana Ia


mengkomunikasikannya kepada rakyat, dan salah satunya media yang efektif adalah, ya sosial media.

3.       Berani Mengeluarkan Kebijakan Kekinian, Tidak Mengikuti Arus

Sudah bukan rahasia umum lagi, sistem negara kita mulai dari Undang-undang dan sebagainya masih banyak yang mengadopsi dari peninggalan Belanda. Tentu saja ini tidak salah, selama kita mengambil yang baik-baiknya saja, yang sesuai dengan kultur budaya kita. Alangkah baiknya kalau kita bisa menciptakan sistem sendiri, aturan- aturan berdasarkan Pancasila. Memang dibutuhkan keberanian untuk mendobrak tatanan yang sudah lama dipakai, tapi tidak ada yang tidak mungkin, pertanyaannya adalah, siapa berani coba?.

4.       Bisa Merangkul Semua

Indonesia adalah negara majemuk, seyogianya perbdedaan bukan menjadi penghalang bagi kita menyongsong kemajuan, tapi beberapa waktu belakangan isu ini kembali hangat diperbincangkan hanya karena perebutan kursi jabatan. Pemimpin yang bijak akan mampu melihas masalah ini sebagai sebuah kekuatan rahasia, kemajemukan Indonesia harus menjadi senjata untuk mempersatukan bukan justru sebaliknya, karena slogan Bhineka Tunggal Ika bukanlah kalimat biasa, tapi slogan sakti yang hanya kita yang memiliki.

5.       Tidak Anti Kritik

Demokrasi Indonesia tercoreng, sekarang kita tidak sebebas dulu lagi dalam menyuarakan pendapat dan kritikan bagi pemerintah, mulai dari diterbitkannya undang-undang karet yang menjerat siapa saja yang dinilai menyentil pemerintah, sampai UU ITE yang kontroversial. Kebebasan berpendapat adalah esensi dari demokrasi, kalau pemerintah tidak mau dikritik, ya tidak usah menjadi pejabat publik. Menjadi pemimpin tidak bisa baperan, karena adanya kritik dari oposisi, lawan politik dan siapapun adalah tanda, kalau Anda diawasi, tanda kalau Indonesia banyak dicintai, kita tidak mau Indonesia rusak karena arogansi pemimpin.


PENUTUP

Bila berbicara tentang keterbukaan informasi public dulu dan sekarang tentu jauh bedanya. Keterbukaan atas informasi yang berhak diketahaui public atau istilahnya transparansi informasi adalah bagian dari kemajuan jaman itu sendiri, kemajuan cara berpikir masyrakatnya itu sendiri, dan system sebagai perangkat peraturan harusnya menyesuaikan dengan perkembangan itu, bukannya malah menutup diri merasa paling benar bersembunyi dibalik hukum-hukum kuno yang ketinggalan jaman, semua ini adalah produk manusia, dan manusia itu berubah sesuai jaman nya, dan itu sebuah keniscayaan kalau tidak mau tertinggal dan terbelakang. Pemikiran yang kolot dan anti kritik tidak cocok dijaman sekarang, dimana tuntutan public yang semakin vokal atas hak-hak mereka akan informasi dan transparansi segala kebijakan-kebijakan pemerintah, yang secara langsung maupun tidak, ber-efek pada kehidupan mereka.

Regenerasi dalam tubuh instansi pemerintahan di banyak sektor di Negara ini merupakan sebuah keharusan yang harus segera diinisiasi dan dimulai dari sekaranag juga, generasi baru atau para pemuda yang membawa pemikiran segar, dinamis dan solutif harus di dukung sepenuhnya oleh pemerintah terutama rakyat. Pemuda adalah masa depan, pemuda adalah motor penggerak yang akan membawa mobil bernama Indonesia kearah yang lebih memanusiakan manusia atau tetap jalan ditempat yang sama setelah sekian ratus tahun tak pernah beranjak dari lubang lumpur birokrasi yang sama, atau malah lebih parah tanpa kita sadari ternyata kita berjalan mundur diantara kendaraan super mewah lainnya yang melesat dikanan dan kiri kita.
Inisisatif dari pemuda diperlukan tapi juga kesadaran dari yang tua tak dipungkiri lagi haruslah menjadi faktor yang paling penting juga, kita adalah bangsa yang terkenal akan kesopanan, budi pekerti, dan rasa saling menghormati yang luhur, dari fakta itu tidaklah boleh dihilangkan sampai kapanpun, sopan santun kepada yang lebih tua bukan lagi aturan rumah tangga dan bermasyarakat, lebih dari itu adalah sebuah kewajiban dan identitas bangsa ini. Menghormati, memperlakukan setiap orang tua selayaknya mereka orang tua kita sendiri adalah pelestarian nilai-nilai luhur yang akan membawa bangsa ini dipandang sebagai manusia beradab, toleran, dan menjunjung tinggi kemanusiaan dan paling penting anti segala bentuk penindasan dan perbuatan pengrusakan yang bertentangan dengan norma dan hukum susila.

Para orang tua harus legowo dan sadar sepenuhnya kalau masa mereka telah lewat, bumi telah berubah begitupun manusia dan system yang dibawanya. Daun yang gugur dan digantikan kembali dengan tunas daun yang lebih muda dan segar adalah hukum alam, dan itu merupakan bentuk transformasi alam yang fase nya tak mungkin dapat terlewatkan, kalau pohon besar itu ingin bertahan di segala musim maka pohon itu harus rela menggugurkan daun-daunnya pada musim panas dan menumbuhkannya kembali di musim yang lebih basah, baru dia akan tetap hidup semakin tinggi dan siap memberikan manfaat pada alam dimana ia tumbuh sebagai bagian dari perputaran siklus hidup makhluk yang ada dibumi.

Kini adalah masanya yang muda yang memimpin. Dimanapun itu tidak melulu hanya soal pemerintahan dan instansi dibawahnya, tapi segala sektor yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, yang berdampak langsung pada kelangsungan hidup sebuah komunitas atau kelompok sosial dalam lingkungan yang meletakkan nilai-nilai kemanusiaan dan kasih sayang sebagai dasar utama setiap pengambilan kebijakan dan penentuan keputusan.


REFERENSI


Abdullah, Taufik, dan Lapian, AB. 2013. Indonesia Dalam Arus Sejarah.

Kumparan.com Kompas.com



Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

pemahaman etika menurut Aristoteles dan Immanuel Kant

MENURUT ARISTOTELES Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Istilah lain yang iden¬tik dengan etika, yaitu: • Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). • Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak. Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelas¬kan tentang pembahasan Etika, sebagai berikut: • Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia. • Manner dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia. Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok perhatiannya; antara lain:

Pendidikan Tidak Membuat Seseorang Menjadi Kaya

Pendidikan yang tinggi tidak membuat seseorang menjadi kaya, kerja keras dan usaha iya. Pendidikan hanya membuka perspektif baru yang lebih luas terhadap seseorang, memberi nya lensa baru, kacamata yang lebih beragam, berbeda dan lebih berwarna dalam memandang dan memaknai kehidupan. Kehidupan setelah menempuh pendidikan, adalah fase dimana seseorang sadar kalau dirinya tak disiapkan untuk menghasilkan uang, karna memang bukan itu tujuan dari sebuah pendidikan. Kita semua menyadari kalau pendidikan dinegeri ini mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi materi pembelajaran utamanya masih hanya berupa teori minim eksekusi atau praktek. Alhasil siswa yang dihasilkan hanya pintar bicara tapi minim aksi nyata. Konsep pemikiran buah dari pendidikan yang tinggi kalau hanya untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya harus segera diubah, karna materi sebagai sebuah tujuan sangat kecil nilainya dan tidak bisa dibandingkan dengan ilmu pengetahuan yang didapat. Ilmu tidak bisa dibandi

HIDUP DIATAS STIGMA (puisi essay)

Tak pantaskah aku hidup selayaknya mereka? Tak bisakah aku bermain selayaknya anak biasa? Tak ada lagikah bagiku kesempatan untuk menuliskan cita-cita tanpa embel-embel pembangkangan dibelakangnya? Tak adakah harapan bagiku menjalani sisa hidup tanpa stigma atas dosa masa lalu ayah ibuku yang tak sepenuhnya mereka kerjakan? Inikah garis hidup yang engkau gariskan Tuhan, pada seorang gadis kecil tak tahu apa-apa dan tak tau arah mengadu kemana? PROLOG Gadis kecil itu tak tahu apa-apa Ditinggal ayah dan bundanya entah kemana Orang bilang diasingkan atau dilenyapkan Sungguh dua kata asing baginya dan semakin membingungkan saja Berjalan sendiri mengarungi hidup Tanpa punya tempat mengadu dan menyandarkan bahu kecil dan tubuh kurusnya Si gadis kecil dengan mimpi besar Seolah berjalan sendiri tanpa harapan Diana namanya. Ya, hanya diana saja Tanpa embel-embel nama belakang Apalagi bin dan binti yang menandakan kalau dia punya orang tua Setiap k