Tipe
pemimpin seperti Ahok merupakan tipe yang jarang ada dan dapat dikategorikan
sangat langka dimiliki Indonesia sejak awal kemerdekaan sampai sekarang. Tipe
pemimpin yang tegas tanpa basa-basi sudah sangat jarang kita jumpai dewasa ini ditengah
telah berkembang nya budaya toleransi salah kaprah dikalangan para pemimpin
atau wakil rakyat kita. Ya, toleransi dalam bentuk dan tempat yang salah, biasanya
toleransi seperti ini dipraktekkan dalam kondisi dimana diantara pejabat yang
satu dengan yang lain sudah tau sama tau tentang projek gelap nan illegal
diantara mereka kemudian saling bermain mata, ini arti toleransi bagi mereka.
Tau sama tau kalau diantara mereka bermain curang, busuk didalam manis diluar.
Kehadiran
Ahok seakan menjadi oase di tengah padang pasir gersang yang sudah terlalu lama
dinantikan rakyat Indonesia (terlepas kalau sekarang Ahok hanya menjadi
Gubernur di Jakarta), tetap Ahok menjadi tipe pemimpin idaman karna rakyat
sudah muak dengan segala kemunafikan berbalut senyum palsu dan jas mahal.
Ditengah banyaknya kasus korupsi dan segala bentuk kriminalitas lain yang
merugikan rakyat, dari kasus-kasus itu yang kebanyakan pelaku nya adalah mereka
yang sedang berada dipuncak suatu jabatan, dengan kata lain adalah seorang
pemimpin entah itu dari sebuah partai, institusi negara atau kepemerintahan,
sipil dll. Ini menjadi bukti kalau pucuk jabatan selalu rawan disalahgunakan.
Ahok
dengan gaya blak-blakannya itu menunjukkan kalau dia berani mengambil resiko
dengan menjadi dirinya sendiri. Ya, Ahok menjalankan tugas dan kewajibannya
dengan jalan “jujur” yang apa adanya. Dia tidak mau bermuka dua yang ngomong
santun didepan banyak orang dan kamera wartawan tapi banyak yang ditutup-tutupi
dibelakang atau beraninya main aman saja, Ahok memilih untuk berteriak seperti
preman (begitu banyak orang menyebut kebiasaan Ahok yang ceplas-ceplos apa
adanya) tapi menyampaikan yang benar menurutnya, dan yang terpenting itu semua
dilakukannya demi rakyat dan untuk rakyat yang mejadi tanggung jawabnya sebagai
seorang kepala daerah.
Ahok
tak mau hanya diam saja. Apa yang dilakukan ahok belakangan ini seperti yang
telah kita semua ketahui bersama sangatlah beresiko, bahkan pada hidup diri dan
keluarganya. Ya, ahok sedang berhadapan dengan mafia anggaran yang telah
menguasai uang rakyat Jakarta selama beberapa generasi pemerintahan di daerah
ibukota itu, tak heran kalau Ahok dimasa awal jabatannya menduduki kursi orang
nomor satu di tanah betawi banyak mendapat serangan kanan dan kiri yang coba
menggoyahkannya dari singgasana barunya itu. Berbagai macam isu diangkat ke
permukaan untuk meyakinkan publik kalau Ahok bukan sosok yang tepat untuk
memimpin suatu ibukota negara. Mulai dari etnis, agama, latar belakang dll.
Namun ahok dengan kekuatan konstitusi dibelakangnya dan rakyat yang percaya
pada kinerja yang telah ditunjukkan sebelumnya sebagai seorang kepala daerah
tetap mendukungnya dan memberi kesempatan, untuk membuktikan, bukan hanya
sekedar wacana dan bentakan-bentakan yang katanya “kurang sopan” itu.
Kita
sudah terlalu terbiasa dengan tipe Pemimpin yang bertipe “standar” atau dengan
kata lain tidak anti mainstream.
Biasanya tipe pemimpin atau kepala daerah seperti ini banyak sekali kita
temukan di Indonesia dan terutama di daerah-daerah yang kondisinya malahan
lebih memprihatinkan lagi yaitu sudah sampai menjadi seperti dinasti keluarga
tertentu, diturunkan secara turun-temurun sudah berasa raja saja. Tipe semacam
ini adalah mayoritas dinegeri yang tergolong baru mengadopsi sistem demokrasi
ini. Ciri-cirinya untuk lebih mudah dikenali ialah: kalau bicara lemah-lembut
terkesan ingin memberi kesejukan dan menunjukkan kepada rakyatnya kalau
semuanya baik-baik saja, terkesan menutup-nutupi, tidak terang-terangan, yang
ujung-ujungnya malah ketahuan.
Ahok
adalah kebalikan dari itu semua. Ahok merepresentasikan pemuda Indonesia yang
peduli pada carut marutnya negeri ini ketika dimakan habis oleh tikus-tikus
yang menyalahgunakan kedudukannya demi keuntungan pribadi dan kelompoknya saja,
kemudian mau bergerak langsung turun tangan untuk mengubah itu semua. Ditengah
situasi mengkhawatirkan seperti ini muncullah Ahok yang dengan berani
membongkar bobrok yang sudah terlalu lama disimpan itu dihadapan publik, tanpa kompromi,
basa-basi dan “bahasa yang santun” Ahok membuka semua bobrok yang ada di
jajaran kepemerintahannya DKI Jakarta. Bahkan masalah “sopan santun” ini pun
belakangan dijadikan lawan politik Ahok yang menentangnya dengan mengatakan
bahwa Ahok berbicara seperti preman dan tak beretika. Sekarang pertanyaannya
lebih tak beretika mana pejabat yang blak-blakan membongkar adanya korupsi dana
anggaran dengan kata-kata yang pedas menjurus kasar atau pejabat yang seolah
santun dan berbudi luhur tapi kenyataannya korupsi dan pembohong besar???
Tipe
pemimpin seperti Ahok ini memang patut dilestarikan dan ditiru banyak pemimpin
lainnya dinegeri ini. Melihat perjuangan Ahok saat ini sangat tidak mudah
memang apalagi Ahok terkesan berdiri sendiri menghadapi gempuran yang tiada
henti menimpanya. Disaat seperti ini dibutuhkan presiden dan menteri yang
secara struktural jabatan ada diatas seorang kepala daerah, agar memberi
dukungan yang nyata tanpa takut atas resiko politik yaang pasti ada selalu
menyertai disetiap kebijakan yang diambil presiden. Tentang “resiko politik”
ini Ahok sekali lagi memeberikan contoh nyata kalau dia tidak mau disetir
dengan kepentingan dan titipan-titipan semacam itu dan memilih keluar dari
partai politik yang selama ini telah membawanya ke Ibukota. Dan terakhir tentu
saja rakyat Jakarta pada khususnya dan Indonesia pada umumnya, sadarilah kalau
Ahok sedang melawan mafia besar dan sangat butuh dorongan semangat dan bantuan.
Mari suarakan dengan lantang kalau Ahok tidak sendiri dalam membongkar sarang mafia
penyedot uang anggaran, dan tunjukkan kalau rakyat adalah pemilik sah negeri
ini dan segala isinya.
Suara
rakyat, suara Tuhan.
Comments
Post a Comment