Pengejawantahan nilai demokrasi dan
pancasila di negeri ini belakangan kembali marak di perbincangkan masyarakat
luas, diangkat sebagai topik utama hampir di setiap stasiun berita, dan menjadi
headline di koran-koran yang kian kehilangan peminatnya. Pembubaran HTI seakan
menjadi start di mulai nya
pembersihan massal, menyasar pada kelompok-kelompok mana yang dianggap memiliki
pandangan tidak sejalan dengan pancasila, maka siap-siap saja dibubarkan.
Pertanyaannya, apakah PERPU yang tampak sangat dibuat-buat ini benar-benar
mewakili suara rakyat Indonesia? Atau khusus untuk menjatuhkan HTI?, haruskah
kita khawatir peraturan baru ini akan mengancam kebebasan rakyat untuk
berserikat dan berpendapat?, atau yang lebih mengerikan lagi apakah ini bentuk
dari otoritarianisme gaya baru?.
HTI yang mereka sebut dengan istilah
ormas “anti pancasila dan kebhinekaan”, bukanlah ormas baru, dan kehadirannya
pun sudah terbilang lama, tapi kenapa baru sekarang ditindak?. Memang belakangan
ini isu-isu kebhinekaan santer kembali menjadi sorotan dan menjadi pembahasan
tidak hanya di gedung pemerintah tapi juga di warung-warung kopi sebagai
parlemennya rakyat jelata, sejak peristiwa pelecehan agama oleh Ahok banyak
mendapatkan sorotan, baik dari dalam maupun luar negeri. Ya, apa yang dilakukan Ahok seperti kembali
membuka lembar baru sejarah bangsa ini melawan penyakit yang bernama rasisme
(pelecehan atas nama ras). Tapi bukankah yang Ahok lakukan adalah rasisme,
rasisme agama/keyakinan?.
Namun sebelum kita membahas mengenai
kasus Ahok ini secara mendalam, mari kita menggunakan perspektif lain dalam
memandang kasus ini, perspektif yang sangat berbeda dari yang sering
ditampakkan televisi dan di telan mentah-mentah oleh masyarakat. Dia (Ahok) menganggap
salah satu ayat yang terdapat dalam kitab suci agama islam sebagai ayat yang
membohongi umatnya, dan parahnya lagi dia mengutip ayat itu dengan tujuan
kampanye, dan dalam kapasitasnya sebagai kepala daerah yang ingin maju lagi
dalam pemilihan. Kalau ini bukan pelecehan, saya tak tahu lagi apa namanya.
Kasus Ahok seakan menjadi triggered (pemicu)
terbuka nya luka lama. Luka yang seharusnya sudah sembuh ini menjadi kembali
terbuka dan berdarah-darah, tak sampai disitu saja, Ahok yang akhirnya di
penjara (setelah serangkaian peristiwa dan drama yang lebih dari telenovela itu
usai) seakan tak rela kalau ia tertimpa sial sendirian. Seperti kebanyakan
kasus lain yang menyasar para “pembesar” di institusi mereka masing-masing
(ingat kasus Abraham Samad dan sang calon kapolri, apa yang terjadi dengan
Abraham Samad setelah beliau dengan berani nya “menyasar” calong orang nomor
satu di kepolisian sebagai tersangka?. Dan juga kepala KPK lain yang ada-ada
saja kasus aneh yang menimpa mereka sesaat setelah mereka dengan berani
menyentuh pejabat negara dengan posisi tinggi?).
Kira-kira begitulah apa yang terjadi pada
HTI sekarang. Sebagaimana telah kita ketahui bersama, orang-orang yang paling
banyak memprotes dan menuntut Ahok agar di pernjarakan adalan mayoritas umat
islam, yang merasa agama dan kitab sucinya di lecehkan. Lalu apakah menjadi
kebetulan kalau setelah itu, banyak ulama, dan ormas islam yang kemudian
menjadi sasaran dari proses hukum yang seperti dibuat-buat dan serampangan. Ada
chat mesum lah, anti kebhinekaanlah dan lain sebagainya.
Saya rasa tidak perlu sekolah
tinggi-tinggi sampai mejadi sarjana apalagi doktor dalam bidang ilmu politik,
hanya untuk melihat ada aksi balas dendam dari pihak-pihak yang tidak senang
kalau Ahok akhirnya kalah, kalah dalam pemilu dan kalah dalam perkaranya di
pengadilan. Setidaknya harus ada yang ditumbalkan dari pihak musuh, maka
dimulailah dagelan politik yang dapat kita saksikan hingga sekarang.
HTI sebagai ormas dengan ideologi
islam adalah warning pertama bagi umat islam agar berhati-hati mulai dari
sekarang, kita adalah sasaran empuk penguasa yang takut kalau umat islam
kembali bangkit dan mengambil alih kendali negeri ini. Apa yang menimpa HTI
haruslah menjadi peringatan keras kalau negara tidak lagi menjadi tempat mewakili
aspirasi rakyat, tapi sebaliknya menjadi wadah bagi segelintir orang yang
mempunyai kepentingan bagi diri mereka dan kelompoknya sendiri untuk
melancarkan rencana mereka menjadikan Indonesia seperti Cina dan mereka menjadi
cukong-cukongnya. Menyingkirkan umat islam dari peredaran tatanan
kepemerintahan adalah langkah awal yang harus terlaksana, kalau mereka ingin
rencananya berhasil tanpa gangguan.
Mengapa umat islam?. Umat islam
adalah mayoritas di negeri ini dan sampai sekarang manjadi kelompok yang paling
vokal menentang segala kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan amanat
undang-undang dan bertentangan dengan ajaran-ajaran islam. Apakah islam hanya
mewakili umat penganutnya saja?, tidak, islam bersuara atas nama rakyat
Indonesia secara luas, atas nama rakyat yang di bodohi oknum pemerintah yang
senang ambil proyek dari banyak nya aliran investasi dari luar negeri dengan
cara menjual tanah rakyat Indonesia kepada asing.
Fenomena pasar bebas adalah kedok
semata, sebenarnya pemerintah menggadaikan Indonesia kepada Cina dan
antek-anteknya untuk di kuras habis kekayaannya dan dijual keluar, apa yang
tersisa untuk rakyat Indonesia?. Jawabannya adalah polusi, sampah, dan
kemiskinan yang semakin timpang.
Sebelum ada pasar bebas para pencari
kerja di Indonesia jumlahnya sudah sangat mencengangkan, itupun sudah sikut
kiri sikut kanan, belum juga dapat kerja. Semakin sulit karena di negara yang
amat kita cintai ini ada sebauh tradisi luhur yang namanya “the power of orang
dalam”, jadi kalau saudara tidak mempunyai keluarga, kenalan, dan uang, jangan
harap Anda bisa bekerja di institusi negara dan banyak sektor lainnya.
Miris memang tapi itulah
kenyataannya, saya yakin pembaca sekalian mengamini fenomena ini karena memang
benar-benar ada di tengah-tengah kita.
Kembali ke pokok pembahasan, kasus
Ahok haruslah di pandang sebagai apa ada nya. Jangan dibumbui macam-macam,
seperti anti Cina, anti kebhinekaan dan sebagainya. Kasus Ahok adalah murni
sebuah pelanggaran hukum, dilakukan diwaktu dan tempat yang jelas salah, dan
Ahok sebagai pelakunya melakukan itu dengan sangat sadar, sudah titik. Jangan
di sangkut pautkan dengan hal lain yang sebenarnya di luar konteks itu, seperti
anti Cina misalnya, seolah sebagai justifikasi kalau apa yang dilakukan Ahok
itu sesuatu yang wajar. Kalau begitu, bukannya apa yang dilakukan Ahok adalah
tindakan yang masuk kategori anti al quran, yang sama juga dengan anti islam?.
Iya donk?.
Jadi yang ada di benak sebagian besar
orang pendukung Ahok adalah, apa yang dilakukan Ahok bukanlah suatu bentuk
penghinaan agama, dan apa yang dilakukan umat islam dengan menuntut Ahok agar
di penjara atas perbuatannya melecehkan agama islam adalah aksi yang anti
kebhinekaan, logika apa yang mereka pakai?.
Tidak ada satupun dalam ajaran islam
yang menyuruh umatnya untuk membenci umat lainnya. Kalau ada orang islam yang
bersikap dan berperilaku demikian maka itu bukanlah ajaran islam. Islam
menagajarkan toleransi pada umatnya, dan itu sudah final. Aksi terorisme yang
selalu dikaitkan dengan islam, dan membawa-bawa nama islam sama sekali tidak
berdasar dan hanyalah agenda sekelompok orang untuk menjatuhkan islam dan
membuat penduduk dunia memusuhi islam. Dan itu berhasil sampai sekarang. Dengan
corong mereka adalah industri media raksasa dari barat yang terus
mempropagandakan islam sebagai agama yang umat nya suka sekali dengan
kekerasan, suka membunuh sesama, menentang kebebasan wanita dan banyak lagi
tuduhan keji dan tak berdasar lainnya.
Umat islam di manapun saudara berada,
saudara harus aware dengan kondisi
ini, pandangan masyarakat dunia termasuk Indonesia terhadap islam sudah salah
kaprah, dan itu adalah satu dari keberhasilan mereka (orang barat) mempengaruhi
opini dan pandangan penduduk dunia melau media-media mereka. Jadi tak ada yang
lain selain bersatulah, jangan mengharapkan bantuan dari orang lain karena
memang tidak akan ada, umat islam ditakdirkan untuk berjuang menegakkan kalimat
Allah sampai hari yang di janjikan itu tiba. Rapatkan barisan karena hari itu
akan tiba...
Comments
Post a Comment