Skip to main content

The Old Man

(tulisan ini terinspirasi dari kasus pembebasan vonis hukuman dari seorang hakim kepada perusahaan terduga pelaku pembakaran hutan di Sumatra, sengketa kasus PSSI, dan aksi catut mencatut nama presiden di kasus penyadapan dalam pertemuan antara Freeport dan Perwakilan Kementrian yang bersangkutan dalam drama agenda pembahasan kontrak tambang di Bumi Papua sana. sudah lama memang namun baru sekarang dipublikasikan)

Pernyataan hakim Pengadilan Negeri Palembang yang menyatakan bahwa pembakaran hutan itu tidak menimbulkan kerusakan karna masih bisa ditanami lagi sungguh melukai hati rakyat Indonesia, utamanya mereka para korban yang selama berbulan-bulan hidup dalam kepungan asap yang seakan tak berkesudahan. Bencana ini pun masuk dalam kategori bencana nasional karna selain factor kerugian materil juga mengakibatkan beberapa penduduk kehilangan nyawanya. Pak hakim yang terhormat juga mengeluarkan statement controversial cenderung tanpa pertimbangan dan tidak patut rasanya keluar dari mulut seorang tokoh penegakan hukum, ketika ditanya wartawan perihal keputusannya yang memutuskan tidak bersalah salah satu perusahaan yang dituntut pemerintah atas aksi pembakaran hutan melalui kementerian lingkungan hidup ketika itu. Beliau bilang “kalau keputusan itu pembebasan (atas tuntutan ganti rugi lahan) perusahaan yang disinyalir membakar lahan tidak bersalah sudah sesuai dengan rasa keadilan masyarakat”. What??? Rasa keadilan dari mana???

Hutan terbakar, penduduk mengungsi, sekolah diliburkan berbulan-bulan, korban sekarat sampai meninggal, hewan yang terpanggang karna habitatnya berubah menjadi lautan api, fenomena-fenomena ini hanya secuil dari sekian banyak fakta miris dan menyakitkan yang terdapat di lapangan, yang kalau saja kita mau mendengar saja sedikit keluh kesah saudara kita itu, maka ceritanya akan sangat penjang dan menyayat.

Itulah kekakuan orang tua pada system hukum yang dipelajarinya bertahun-tahun, seharusnya hukum berpihak pada rasa keadilan berdasarkan fakta, bukan bukti-bukti buatan diatas kertas saja. Mereka para orang tua, yang tua pemikirannya, kolot dalam memandang masalah, merasa paling benar, paling tahu segala hal karna ke”tua”annya. Kaku membuat dan menimbang keputusan, mereka adalah produk jaman dahulu kala, jaman dimana segala hal bisa diatur kalau ada “orang dalam” jaman dimana keterbukaan informasi public tidak seterbuka sekarang.

Bila berbicara tentang keterbukaan informasi public dulu dan sekarang tentu jauh bedanya. Keterbukaan atas informasi yang berhak diketahaui public atau istilahnya transparansi informasi adalah bagian dari kemajuan jaman itu sendiri, kemajuan cara berpikir masyrakatnya itu sendiri, dan system sebagai perangkat peraturan harusnya menyesuaikan dengan perkembangan itu, bukannya malah menutup diri merasa paling benar bersembunyi dibalik hukum-hukum kuno yang ketinggalan jaman, semua ini adalah produk manusia, dan manusia itu berubah sesuai jaman nya, dan itu sebuah keniscayaan kalau tidak mau tertinggal dan terbelakang. Pemikiran yang kolot dan anti kritik tidak cocok dijaman sekarang, dimana tuntutan public yang semakin vokal atas hak-hak mereka akan informasi dan transparansi segala kebijakan-kebijakan pemerintah yang secara langsung maupun tidak ber-efek pada kehidupan mereka.

Regenerasi dalam tubuh instansi pemerintahan di banyak sector di Negara ini merupakan sebuah keharusan yang harus segera diinisiasi dan dimulai dari sekaranag juga, generasi baru atau para pemuda yang membawa pemikiran segar, dinamis dan solutif harus di dukung sepenuhnya oleh pemerintah terutama rakyat. Pemuda adalah masa depan, pemuda adalah motor penggerak yang akan membawa mobil bernama Indonesia kearah yang lebih memanusiakan manusia atau tetap jalan ditempat yang sama setelah sekian ratus tahun tak pernah beranjak dari lubang lumpur birokrasi yang sama atau malah lebih parah tanpa kita sadari ternyata kita  berjalan mundur diantara kendaraan super mewah lainnya yang melesat dikanan dan kiri kita.

Inisisatif dari pemuda diperlukan tapi juga kesadaran dari yang tua tak dipungkiri lagi haruslah menjadi factor yang paling penting juga, kita adalah bangsa yang terkenal akan kesopanan, budi pekerti, dan rasa saling menghormati yang luhur, dari fakta itu tidaklah boleh dihilangkan sampai kapanpun, sopan santun kepada yang lebih tua bukan lagi aturan rumah tangga dan bermasyarakat, lebih dari itu adalah sebuah kewajiban dan identitas bangsa ini. Menghormati, memperlakukan setiap orang tua selayaknya mereka orang tua kita sendiri adalah pelestarian nilai-nilai luhur yang akan membawa bangsa ini dipandang sebagai manusia beradab, toleran, dan menjunjung tinggi kemanusiaan dan paling penting  anti segala bentuk penindasan dan perbuatan pengrusakan yang bertentangan dengan norma dan hukum susila.

Para orang tua harus legowo dan sadar sepenuhnya kalau masa mereka telah lewat, bumi telah berubah begitupun manusia dan system yang dibawanya. Daun yang gugur dan digantikan kembali dengan tunas daun yang lebih muda dan segar adalah hukum alam, dan itu merupakan bentuk transformasi alam yang fase nya tak mungkin dapat terlewatkan, kalau pohon besar itu ingin bertahan disegala musim maka pohon itu harus rela menggugurkan daun-daunnya pada musim panas dan menumbuhkannya kembali di musim yang lebih basah baru dia akan tetap hidup semakin tinggi dan siap memberikan manfaat pada alam dimana ia tumbuh sebagai bagian dari perputaran siklus hidup makhluk yang ada dibumi.

Kini adalah masanya yang muda yang memimpin. Dimanapun itu tidak melulu hanya soal pemerintahan dan instansi dibawahnya, tapi segala sector kemasyarakatan yang berdampak langsung pada kelangsungan hidup sebuah komunitas atau kelompok social dalam lingkungan social yang meletakkan nilai-nilai kemanusiaan dan kasih sayang sebagai dasar utama setiap pengambilan kebijakan dan penentuan keputusan.

Kalau saja kita mau kembali ke Al Quran dan Sunnah sungguh ini semua sudah tertera disana.


Comments

Popular posts from this blog

pemahaman etika menurut Aristoteles dan Immanuel Kant

MENURUT ARISTOTELES Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Istilah lain yang iden¬tik dengan etika, yaitu: • Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). • Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak. Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelas¬kan tentang pembahasan Etika, sebagai berikut: • Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia. • Manner dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia. Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok perhatiannya; antara lain:

Pendidikan Tidak Membuat Seseorang Menjadi Kaya

Pendidikan yang tinggi tidak membuat seseorang menjadi kaya, kerja keras dan usaha iya. Pendidikan hanya membuka perspektif baru yang lebih luas terhadap seseorang, memberi nya lensa baru, kacamata yang lebih beragam, berbeda dan lebih berwarna dalam memandang dan memaknai kehidupan. Kehidupan setelah menempuh pendidikan, adalah fase dimana seseorang sadar kalau dirinya tak disiapkan untuk menghasilkan uang, karna memang bukan itu tujuan dari sebuah pendidikan. Kita semua menyadari kalau pendidikan dinegeri ini mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi materi pembelajaran utamanya masih hanya berupa teori minim eksekusi atau praktek. Alhasil siswa yang dihasilkan hanya pintar bicara tapi minim aksi nyata. Konsep pemikiran buah dari pendidikan yang tinggi kalau hanya untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya harus segera diubah, karna materi sebagai sebuah tujuan sangat kecil nilainya dan tidak bisa dibandingkan dengan ilmu pengetahuan yang didapat. Ilmu tidak bisa dibandi

HIDUP DIATAS STIGMA (puisi essay)

Tak pantaskah aku hidup selayaknya mereka? Tak bisakah aku bermain selayaknya anak biasa? Tak ada lagikah bagiku kesempatan untuk menuliskan cita-cita tanpa embel-embel pembangkangan dibelakangnya? Tak adakah harapan bagiku menjalani sisa hidup tanpa stigma atas dosa masa lalu ayah ibuku yang tak sepenuhnya mereka kerjakan? Inikah garis hidup yang engkau gariskan Tuhan, pada seorang gadis kecil tak tahu apa-apa dan tak tau arah mengadu kemana? PROLOG Gadis kecil itu tak tahu apa-apa Ditinggal ayah dan bundanya entah kemana Orang bilang diasingkan atau dilenyapkan Sungguh dua kata asing baginya dan semakin membingungkan saja Berjalan sendiri mengarungi hidup Tanpa punya tempat mengadu dan menyandarkan bahu kecil dan tubuh kurusnya Si gadis kecil dengan mimpi besar Seolah berjalan sendiri tanpa harapan Diana namanya. Ya, hanya diana saja Tanpa embel-embel nama belakang Apalagi bin dan binti yang menandakan kalau dia punya orang tua Setiap k