Kalau rakyat sudah
tidak percaya pada lembaga yang seharusnya terhormat dan mewakili mereka, maka
itu sudah salah satu pertanda rusaknya system kepemerintahan yang jelas-jelas
tidak mewakili aspirasi rakyat yang dipimpinnya. Slogan dari rakyat oleh rakyat
dan untuk rakyat hanya tinggal slogan tanpa ada makna dan implikasi nyata.
Kalau system sudah rusak maka manusia yang ada dalam system itu pun otomatis
ikut rusak, bisa sebagai pelaku perusakan atau memang sejak awal tahu kalau itu
rusak tapi dibiarkan karna bisa ditambal sana-sini kemudian colong sana colong
sini.
Segala sesuatu kalau
tidak dilandasi oleh hati nurani dan etika dan hanya mendasarinya pada
aturan-aturan baku yang jelas-jelas buatan manusia tempatnya salah dan lupa. Maka jangan heran kalau
logika dan perasaan hanya dinomor kesekiankan. Mereka hanya berpedoman pada
aturan-aturan baku itu dalam memutuskan suatu perkara, tidak peduli lagi pada
hukum etika dan budi pekerti, patut
tidak patut, pantas dan tidak pantas. Ini sudah merupakan alamat kalau
system itu mengarah pada tujuan yang bukan merupakan sebuah manifestasi
“keinginan” rakyat melainkan system yang berkata demikian. Kalau kita selalu
mengenyampingkan logika dan etika maka akan selalu ada jalan untuk
memperdebatkan hukum-hukum yang dibuat manusia itu, dan hukum bukan lagi
memihak tapi memberi batasan-batasan pada keadilan yang seharusnya
diperjuangkan sejak awal.
Ini kelemahan kita.
Aturan-aturan atau perundang-undangan itu membatasi daya rasa, daya cipta dan
daya pikir kita sebagai sosok seorang manusia yang berperasaan, simpati, empati
dan bersosialisasi. Tidak semua hal dapat diukur dengan perundang-undangan ala
akal bulus manusia licik yang selalu mencari celah kelemahan, ada hal yang
lebih besar dan komplek dari sekedar tulisan peraturan diatas kertas sebagai
pedoman beretika seorang anggota dewan. Kita ini Negara berperadaban kita
berada di timur saja sudah merupakan pertanda kalau kita lahir dan tumbuh
ditengah warisan budaya nan harmonis dan penuh akan nilai-nilai luhur kesopanan
dan kepatutan dalam bersosialisasi yang seharusnya kita anut dan junjung tinggi
sebagai identitas, jadi jangan salahkan orang tua kalau kepala kita dijitak
ketika berpapasan dan tidak membungkukkan badan atau menyapa seraya mencium
tangan mereka. Hal-hal seperti itu tidak bisa dijelaskan dengan undang-undang
yang dibuat manusia, karna rasa seperti itu adalah anugerah bawaan setiap
orang, kita semua memilikinya, tinggal bagaimana akhirnya kita memilih untuk
menggunakannya atau meninggalkannya tak terpakai dirumah.
Pejabat yang menyalahi
fungsi dan perannya sebagai anggota dewan yang katanya terhormat itu, sudah
jelas-jelas bersalah tidak usah lagi ditanyakan motif dan mempermasalahkan legal standing segala, tidak usah
melebar-lebar kesana-sini kalau dia sebagai sosok pejabat, perwakilan rakyat,
apalagi ketua lembaga terhormat, mbok ya sadar sepenuhnya kalau ia telah
melakukan tindakan tidak terpuji maka seyogianya bersikap ksatria mundur secara
terhormat. Mari bercermin pada Negara maju dalam masalah ini, Jepang, Korea,
Jerman dan masih banyak lagi.
Ketika ada pejabatnya
yang menduduki posisi penting dalam pemerintahan terkena skandal dan menjadi
sorotan di media kemudian menyedot perhatian public di negara itu, mereka
dengan jantan mundur, bahkan bunuh diri (contoh di Jepang “hara-kiri” dan Korea
di kasus tenggelamnya kapal yang membawa ratusan siswa dan menyebabkan banyak
korban meninggal).
Tapi kita negara
mundur, ketika ada pejabat kita yang tersangkut skandal dan menjadi pemberitaan
di media-media nasional eh malah maju, mencari pembenaran, menggunakan segala
cara meminjam kekuatan orang-orang dalam yang ironisnya adalah konco-konconya
pula. Malangnya negeriku. Terbukti korupsi, cengangas-cengenges di depan kamera
seolah merasa tidak bersalah dan berasa aktor dadakan.
MEDIA
SOSIAL: Cerminan gaya berpolitik rakyat di jaman serba
teknologi canggih dan modern sebagai refleksi kepuasan rakyat terhadat
pemerintah.
Mereka yang bilang
kalau Twitter dan media social lain tidak bisa dijadikan tolak ukur sejauh mana
pengaruh yang bisa dibuat medsos itu terhadap respon rakyat mengenai kinerja
pemerintah (anggotanya) yang sedang terlibat dalam kasus besar dan menjadi
sorotan media itu bukan lah sesuatu yang dapat dijadikan
pegangan, maka orang itu tidak hidup di jaman sekarang. Jelas dia adalah orang
tua keras kepala dengan pemahaman jaman dahulu kala yang telah usang. Karna orang
yang cerdas akan mampu beradaptasi pada perkembangan teknologi-teknologi
terbarukan masa kini, menggunakan nya untuk kebaikan dan bijaksana.
Indonesia adalah salah
satu negara pemakai media social terbesar jadi tidak heran kalau media social
juga menjadi media favorit untuk menyampaikan pendapat dan kritikan. Ini
berarti kicauan di twitter, postingan di Facebook, photo di Instagram adalah
juga suara rakyat, dengan medianya yang lebih modern dan cepat. Seperti yang
kita ketahui sekarang mayoritas pejabat atau perwakilan rakyat kita sekarang
adalah para orang tua, dan mereka para wakil rakyat itu adalah kebanyakan para
orang tua (kolot, yang masih berpikir dan bertindak dengan cara lama, cara mereka dulu para orang
tua). Anak muda yang tumbuh dan besar bersama jaman yang mengusung jargon “whoever controls the media controls the
world”. Akan menjadi aktor utama dalam industri ini selanjutnya dan harus.
Mengapa harus? Karna ini adalah Rules of
The Game yang di usung jaman sekarang, kalau tidak mau tertinggal (seperti
kita biasanya, dan masih sampai saat ini juga). Mengadopsi teknologi informasi
dan komunikasi menjadi sebuah keharusan. Bukan hanya sebagai indicator kemajuan
sebuah bangsa tapi juga menjadikannya media penyampai pesan yang efektif menjangkau
massa yang banyak diluar sana melihat letak geografis negara kita yang
kepualauan. Jadi rakyat yang bersuara lewat media social tidak bisa lagi
dipandang sebelah mata atau bahkan tidak dianggap, karna itulah “bahasa” anak
jaman sekarang. Barang siapa yang masih tidak mau mengakuinya, sana hidup di
dalam gua batu saja.
Petisi, survey, trending topic, hastag
dan masih banyak lagi produk dari kecanggihan internet jaman sekarang adalah
istilah-istilah yang mulai familiar kita dengar, biasanya dengan media utamanya
adalah media social seperti twitter, facebook, email dan lain sebagainya kini
mulai menjadi media baru penyampai pesan yang efektif dan mudah untuk
menyalurkan aspirasi rakyat, bahkan ajakan bersuara bagi mereka yang tidak puas
pada kinerja pemerintah yang seharusnya sudah tidak asing bagi kita semua.
Karna lewat media inilah (internet) nanti komunikasi akan banyak dilakukan.
Kita harus siap menyongsong hari dimana semua kegiatan pertukaran informasi
akan terjadi dengan sangat cepat hanya melalui ujung-ujung jari pemakai atau
sebutannya dalam hal ini adalah user
(pengguna) internet.
Kita tidak bisa
mengelak kalau dunia telah melaju dengan sangat cepat diatas rodanya bernama
teknologi informasi dunia maya (internet), internet sudah menjadi segalanya,
hal yang tak bisa dilepaskan dari setiap sendi kehidupan manusia modern bahkan
semakin ketergantungan. Mengadopsinya bagi kemajuan individu dan masyarakat
kita merupakan keharusan yang tak terelakkan urgensinya. Jadi jangan aneh lagi
kalau berpolitik pun sudah bisa melalui social media. Rakyat cerdas adalah
rakyat yang arif menggunakan social media untuk kemaslahatan bersama, bukan
media penyamai kebencian tapi menjadi penyambung lidah rakyat versi modern.
“Didiklah rakyat dengan
organisasi, dan didiklah penguasa dengan perlawanan”
_R.M. Minke_
Comments
Post a Comment