Bersamaan dengan perkembangan teknologi dan kemudahan akses
informasi melalui internet atau dunia digital, menuntut manusia ikut berkembang
pula cara menyikapinya untuk beradaptasi. Memang seharusnya begitu, sebagai
makhluk yang diciptakan berakal kalau tidak mau tertinggal. Mengadopsi
perkembangan teknologi terbarukan menjadi suatu keharusan terutama bagi
masyarakat urban yang tinggal di kota-kota metropolitan, dimana mayoritas kini
segala penghidupannya bersinggungan langsung dengan teknologi sekitarnya mau
ataupun tidak. Contoh sederhana saja, bisakah saat ini kita sehari saja tidak
memegang gadget atau hp?. Sama sekali
tak pernah terpikirkan betapa perkembangan jaman telah membuat kita sebegitu bergantung
terhadap teknologi hasil buatan manusia
itu sendiri. Teknologi yang diharapkan memudahkan pekerjaan manusia ini memang
telah berhasil memberikan apa yang menjadi tujuan penciptaannya, tapi efek
samping nya pun sungguh diluar perkiraan, kita telah berubah menjadi robot yang
jauh dari lingkungan social dan
bergerak bukan karna kebutuhan melainkan semata keinginan atas kebendaan.
Dalam upaya pengadopsian kebiasaan-kebiasaan baru era digital
dewasa ini, ada hal menarik yang patut menjadi perhatian. Yaitu dimana semakin
canggih teknologi dan akses informasi yang semakin mudah maka beragam pula cara
manusia modern dalam mencari penghidupan atau mata pencaharian. Ya, bagi mereka
yang mengerti mengenai dunia maya dan seluk-beluknya ternyata disitu terdapat
ratusan kesempatan untuk mendulang uang, kesuksesan dan popularitas, mulai dari
blog, website, judi online, online shop, dll. Darimana keuntungan itu datang,
dari iklan.
Mereka yang berjualan di Instagram, upload video di youtube,
memposting sesuatu di blog atau website pribadi mereka dengan berbagai macam isi
kontennya, semenarik mungkin kalau bisa karna semakin banyak viewer di blog atau web itu pasti akan
semakin banyak pula iklan yang masuk. Kemudian yang menjadi inti pembahasan,
sudah aware dan sadarkah kita sebagai
seorang user aktif kalau selama ini
hanya menjadi objek dari paparan iklan yang secara sporadis hadir di setiap
laman atau situs yang kita kunjungi. Sangat sulit menemukan di internet saat
ini page yang tidak beriklan. Contoh
kecil adalah instagram, berapa banyak akun olshop di akun anda? Sebarapa sering
mereka nge-post “cek ig kita yuk sist..”?? sadarkah kita konten-konten iklan
yang selalu kita konsumsi setiap kali kita mengakses social media berdampak besar pada perilaku hidup kita sehari-hari?
Belanja online. Siapa tak suka dengan kegiatan satu ini,
sangat berbau modernisasi, tak perlu ke luar rumah, cukup bermodalkan gadget di
tangan, duduk santai sambil ngopi transfer uang selesai, tunggu kiriman datang.
Tapi sadarkah anda perilaku semacam ini telah mencabut kita dari kehidupan
social bermasyarakat, kebiasaan kita kepasar, supermarket, melakukan interaksi
layaknya pembeli dan penjual secara face to face, ada penawaran disana ada senyuman disana ada barang yang nyata
didepan mata dapat dilihat dan dipegang secara langsung, itu semua hilang. ada
nilai (norma) yang hilang, salah satunya adalah makna silaturahmi yang tanpa
terasa kita hilangkan.
Iklan yang gencar mempromosikan produk nya ternyata juga
membentuk nilai (harga/prestise) tertentu di benak kita. Barang-barang yang
tidak perlu menjadi sepertinya sangat diperlukan, hal yang seharusnya tidak
menjadi prioritas belanja kita malah kita beli hanya karna alasan gengsi dan
artis anu memakainya di iklan anu. Iklan membentuk paradigma baru di pikiran
mereka yang sering terpapar iklan, paradigma itu berbentuk pola pikir yang
mengandung konsep kalau nilai suatu
barang menentukan status orang yang memakai atau memilikinya, dan semakin mahal
barang yang dibeli maka semakin mahal (kaya) pula orang yang membeli barang itu
dimata pembeli lain, maka jadilah mereka berebut ingin memiliki barang itu,
dari kondisi ini terciptalah makhluk bernama manusia yang keinginannya terbatas
pada selera pasar menjadi budak obsesi semu dari sebuah harga suatu barang.
Produsen paham betul situasi ini karna ia sendiri yang meng-create- situasi ini, akan membatasi
produksi barang tersebut, sehingga barang seperti “terlihat” menjadi langka di
pasaran, maka wajar kalau harganya menjadi semakin mahal. Salah satu trick
marketing murahan dan banyak orang tak mengetahuinya (I think).
Fenomena supply and
demand (penawaran-permintaan) semacam ini hanya satu dari sekian banyak
jurus para pelaku usaha untuk meningkatkan neraca penjualan mereka, dan senjata
yang paling ampuh ya lewat iklan. Membentuk persepsi baru dimata masyarakat
tentang nilai suatu barang ternyata sangat mudah, penggabungan antara teknologi
(media yang menjadi tempat pengiklan menggelar lapak dagangannya seperti televise,
Koran, radio;dulu. Internet, social media:sekarang), konsistensi (seberapa
sering iklan itu diputar), gengsi atau popularitas (menggunakan public figure sebagai bintang iklan akan
meningkatkan nilai suatu barang di mata konsumen).
Jamak kita temui di social media apapun itu, yang bisa dan
biasa kita akses saat ini ada di genggaman tangan, pasti disitu terdapat iklan.
Jadi kesimpulan awalnya, tak ada manusia dibumi ini khususnya yang mempunyai
akses kepada internet dan social media
yang tidak terpapar iklan setiap harinya bahkan setiap detik dalam hidupnya.
Maka apa dampak yang signifikan dari fenomena tersebut? Dampaknya bisa negative
dan positif.
Kita ambil contoh kecil saja, instagram atau ig. Hampir semua
muda-mudi yang mempunyai gadget berjenis android atau iphone pasti memiliki
akun di salah satu aplikasi paling populer
ini, tapi taukah kita bahwa instagram pula menjadi media yang paling banyak
dijadikan media dagang bagi kebanyakan pelaku bisnis online shop. Sampai kita
terbiasa dengan ucapan, “cek ig kita yuk sist..” dan sebagainya.
Sebagai objek empuk para pengiklan kita tak lain hanyalah
korban, sasaran empuk yang tak tahu apa-apa kalau otaknya sedang dicuci untuk
meniru perilaku kehidupan yang sama sekali berada diluar diri kita, atau tidak
mewakili identitas kita yang sebenarnya. Kita saat ini berbelanja bukan karna
kebutuhan, tapi karna haus mata dan pujian atau pengakuan orang-orang disekitar
kita. Jadilah kita bangsa yang konsumtif dan hedonis.
Kembali pada realitas dunia yang memang tak bisa kita bendung
arus kemajuannya juga bukan berarti kita diam saja ikut terbawa arus karenanya,
dibutuhkan kesadaran (awareness) dari
diri kita sendiri agar membentengi diri dari godaan-godaan materialistic yang
bergentayangan hampr diseluruh ruang gerak hidup kita. Tak ada tempat yang
bebas dari iklan, mulai dari ruang public, baju yang kita pakai, acara tv yang
kita tonton, social media yang kita pantengi tiap saat untuk chatting dengan
sahabat, semuanya mencoba merasuk kedalam alam bawah sadar kita mencoba untuk
mendikte kemana uang kita akan dihabiskan.
Cerdas dalam mengkonsumsi media adalah salah satu cara agar
kita hidup selayaknya manusia hidup. Bersosialisasi, membangun mitra dengan
sesama bukan layar laptop, kembali ke alam bukan hanya ruang sumpek di sudut
kamar rumah.
Tulisan ini hanya mencoba menghadirkan fenomena yang dilihat
penulis dan mencoba berbagi pandangan tentang kemajuan jaman yang justru malah
membawa kita ke arah yang sebaliknya. Tak ada data valid yang digunakan semua
murni opini dari dari kedangkalan riset dan persepsi penulis semata.
Wassalam…
Comments
Post a Comment