Skip to main content

Be SMART!

Betapa kulit luar sangat menipu, dan terkadang tidak mencerminkan kulit asli dibaliknya. Inilah kenyataan yang harus kita terima bila ingin menilai seorang anak manusia, terlalu sulit untuk menentukan dia pintar, bodoh, cantik, jelek dengan segala kompleksitas yang dimiliki dalam satu diri manusia. Belum lagi kalau bicara mengenai relativitas dan perspective. Setiap orang mempunyai pandangan sendiri-sendiri terhadap sesuatu yang dilihatnya berdasarkan pada pengalaman yang dimiliki orang tersebut, dan cara dia menerimanya. Begitu rumitnya manusia, kalau saja kita sadar..

Kembali sekali lagi terjadi kasus di media sosial yang sepertinya akan menjadi fenomena yang berkelanjutan kedepan, dimana sosmed harusnya menjadi media untuk kita dapat bertemu secara digital dengan orang-orang baik yang kita sudah kenal, ingin kenal, maupun yang sudah lama tidak bertemu dapat bertemu lagi di media yang katanya tempat ber-sosial-ini. Sebuah fenomena yang hanya dapat terjadi di era digitalisasi dewasa ini, dimana seseorang dapat dengan mudah jatuh dan berubah 180% hidupnya hanya karna postingan di media sosial yang menyinggung orang atau kelompok masyarakat lain.

Seperti tidak belajar dari kasus-kasus serupa yang pernah terjadi sebelumnya dalam media yang sama dan juga mendapat sorotan luar biasa dari media-media yang lain. Sampai menjadi berita nasional. Dan kali ini sungguh tak disangka pelakunya adalah seorang mahasiswa, S2, di salah satu perguruan tinggi terbaik negeri ini bahkan asia. Ada apa dengan mereka..

Betapa gelar, status, tingkat pendidikan, tidak menjamin orang untuk mampu #cerdasbermedia. Media sosial tempat dimana kita memposting apapun mengenai kehidupan pribadi kita ataupun bukan, disitu apa yang sudah kita share dapat dilihat secara langsung oleh orang lain, terutama teman/follower kita, kini masih merupakan tempat favorit untuk menumpahkan emosi sesaat, yang sayangnya akibat jangka panjangnya tak pernah kita pikirkan (mungkin karna emosi tadi). Padahal kalau mau lebih bijak, tak sepantasnya hal yang berasal dari kemarahan dan rasa benci itu kita pamerkan ke tempat umum, media sosial kini sudah seperti tempat umum apapun ada disitu (walau katanya privat).

Ini menandakan tak semua orang mengerti tentang fungsi dari media sosial yang sebenarnya, atau mereka telah mengerti tapi masih terlalu bodoh untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari hanya agar terlihat eksis karna selalu memposting apapun mengenai kehidupan pribadinya di sosmed. Inilah yang menjadi salah satu akibat buruk sosial media dimana seseorang bertindak bukan lagi karna kebutuhan dirinya melainkan ada pengharapan disitu secara tidak sadar untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain, bahwa dia gaul dan eksis dengan cara memposting segala kegiatan sehari-harinya disosial media. Dari bangun tidur sampai tidur lagi.

Semoga apa yang terjadi pada teman kita kemarin dapat menjadi pelajaran bagi para pengguna aktif dan tidak di sosial media. Tidak semua hal harus kita posting dan diberitahukan kepada seluruh dunia, terutama mengenai hal-hal sensitif, pribadi dan terutama yang lahir dari kondisi diri yang sedang emosi. Karna tidak ada yang tau akan diapakan status, kiriman, komen kita itu oleh orang-orang yang ada disosmed itu, sebab setiap orang yang berteman mempunyai akses ke biografi pribadi sang pemilik akun sendiri.

Gerakan #cerdasbermedia hanya akan berjalan apabila setiap orang mampu dan mau melihat sejenak kedalam dirinya masing-masing, mendengarkan kata hatinya, belajar dari situ dan kemudian mengenalinya. Siapa saya, dimana saya, apa yang saya sudah dan akan lakukan di dunia maya terutama.  Karna aturan dunia nyata dan dunia maya/digital berbeda, bahkan memiliki undang-undangnya sendiri, dengan kita mengenal diri dan lingkungan maka setiap kali kita kan mengambil tindakan kita akan lebih dulu memikirkan akibatnya, bagi diri sendiri dan bagi orang lain yang melihatnya. Sudah baikkah, karna baik bagi diri sendiri belum tentu menurut orang lain itu baik.

Bahkan sosmed bisa dijadikan lebih baik dan lebih bermanfaat lagi. Bagi kalian yang ingin memulai gerakan #cerdasbermedia gunakan sosial media lebih banyak porsinya untuk share hal-hal yang bermanfaat. Apa saja, banyak sekali. Karna walau dunia sedang penuh dengan kekacauan, bukan berarti orang-orang baik akan diam. Perang dimana-mana, alam yang setiap hari dirusak, kemanusiaan yang sudah lagi tak dianggap, pemerintahan korup yang dipertontonkan. Semuanya bisa kita lawan dengan menggunakan sosmed yang kita miliki sebagai senjatanya. Dengan mengirimkan satu kiriman bermanfaat disosmed kita telah ikut dengan jutaan orang diselurh dunia yang juga melakukan hal yang sama sampai kiriman itu sampai kekita, dan kita mengirimnya kembali agar lebih banyak orang lagi yang mengetahuinya dan ikut membagikannya kembali, itulah seharusnya sosmed digunakan. Lebih baik, indah dan bermanfaat.


Salam gerakan #cerdasbermedia

Comments

Popular posts from this blog

pemahaman etika menurut Aristoteles dan Immanuel Kant

MENURUT ARISTOTELES Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Istilah lain yang iden¬tik dengan etika, yaitu: • Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). • Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak. Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelas¬kan tentang pembahasan Etika, sebagai berikut: • Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia. • Manner dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia. Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok perhatiannya; antara lain:

Pendidikan Tidak Membuat Seseorang Menjadi Kaya

Pendidikan yang tinggi tidak membuat seseorang menjadi kaya, kerja keras dan usaha iya. Pendidikan hanya membuka perspektif baru yang lebih luas terhadap seseorang, memberi nya lensa baru, kacamata yang lebih beragam, berbeda dan lebih berwarna dalam memandang dan memaknai kehidupan. Kehidupan setelah menempuh pendidikan, adalah fase dimana seseorang sadar kalau dirinya tak disiapkan untuk menghasilkan uang, karna memang bukan itu tujuan dari sebuah pendidikan. Kita semua menyadari kalau pendidikan dinegeri ini mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi materi pembelajaran utamanya masih hanya berupa teori minim eksekusi atau praktek. Alhasil siswa yang dihasilkan hanya pintar bicara tapi minim aksi nyata. Konsep pemikiran buah dari pendidikan yang tinggi kalau hanya untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya harus segera diubah, karna materi sebagai sebuah tujuan sangat kecil nilainya dan tidak bisa dibandingkan dengan ilmu pengetahuan yang didapat. Ilmu tidak bisa dibandi

HIDUP DIATAS STIGMA (puisi essay)

Tak pantaskah aku hidup selayaknya mereka? Tak bisakah aku bermain selayaknya anak biasa? Tak ada lagikah bagiku kesempatan untuk menuliskan cita-cita tanpa embel-embel pembangkangan dibelakangnya? Tak adakah harapan bagiku menjalani sisa hidup tanpa stigma atas dosa masa lalu ayah ibuku yang tak sepenuhnya mereka kerjakan? Inikah garis hidup yang engkau gariskan Tuhan, pada seorang gadis kecil tak tahu apa-apa dan tak tau arah mengadu kemana? PROLOG Gadis kecil itu tak tahu apa-apa Ditinggal ayah dan bundanya entah kemana Orang bilang diasingkan atau dilenyapkan Sungguh dua kata asing baginya dan semakin membingungkan saja Berjalan sendiri mengarungi hidup Tanpa punya tempat mengadu dan menyandarkan bahu kecil dan tubuh kurusnya Si gadis kecil dengan mimpi besar Seolah berjalan sendiri tanpa harapan Diana namanya. Ya, hanya diana saja Tanpa embel-embel nama belakang Apalagi bin dan binti yang menandakan kalau dia punya orang tua Setiap k