Skip to main content

KOALISI ATAU BAGI-BAGI KURSI


Salah satu calon presiden dalam pemilu presiden mendatang yang digadang-gadang akan memenangkan pilpres dengan mudah dan sudah diprediksi banyak pengamat pernah melontarkan pernyataan bahwa pemerintahannya kelak ketika terpilih adalah pemerintahan yang berkoalisi demi kepentingan rakyat bukannya bagi-bagi kursi bagi partai-partai pendukungnya. Baik itu kursi menteri ataupun kursi DPR RI. Namun pernyataan itu sangat patut diragukan saudara-saudara kekuatan maknawiah dan secara harfiah nya. Atau kalau dalam bahasa akademis etimologis dan epistimologisnya.

Sebagaimana kita tahu dunia politik adalah dunia tau sama tau, dunia penuh intrik dan bagi-bagi kepentingan, berangkulan karna memang ada kepentingan, tidak sepaham ya ditendang. Makanya sulit bagi seseorang yang idealis cara pemikirannya untuk terjun dalam dunia politik kalau tidak mau secara paksa harus membuang jauh idealismenya demi sebuah jalan pemikiran baru, suatu bentuk pemikiran yang penuh akan bentuk kompromis, selama itu ada kepentingannya dan menguntungkan bagi  golongannya.

Rakyat? Itukan nomor kesekian....

Harusnya rakyat sudah paham, walau dengan pengalaman berdemokrasi yang masih seumur jagung kalau dibandingkan dengan negara-negara pendeklarasi sistem pemerintahan demokrasi lainnya. Politik, partai politik, media massa, propaganda, kampanye, bukan merupakan hasil seleksi alam melainkan agenda setting. Diatur untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya tapi atas nama rakyat. Seperti prinsip ekonomi memang tapi bedanya mereka “sayangnya” , mengatasnamakan rakyat. Yang lebih parah lagi mengatasnamakan agama.

Koalisi hanyalah bentuk lain bagaimana mereka para politisi atau kader partai dan bos-bosnya itu saling mengukur kepunyaan dan kebutuhan satu sama lain, yang mana yang paling bisa mendatangkan keuntungan ya itulah yang digaet. Masalah visi-misi itukan sekedar retorika belaka, bisa diatur belakangan. Pasti akan ada hitung-hitungannya nanti dibelakang, dibelakang punggung rakyat, dibelakang kepercayaan yang telah diberikan oleh rakyat, dan dibelakang tanggung jawab yang secara sadar mereka ambil dan dalam waktu yang hampir bersamaan mereka khianati pula.

Kenapa kok tulisan yang anda baca ini sangat apatis? Pesimis? Anarkis?. Ya memang beginilah adanya. Saya hanya mencoba menulis secara jujur dengan apa yang dapat saya lihat dan rasakan dari lakon yang mereka (para politisi) mainkan dilayar kaca dan kehidupan nyata. Segala tindak-tanduk, cara berbicara, berkomentar, senyam-senyum didepan kamera, tampak jelas yang mereka perjuangkan disitu adalah kepentingan partai dan golongan. Andai kita bisa sedikit membuka mata dan keluar dari semua bentuk kepalsuan ini, dan memilih jalan yang berbeda dari mereka, jauhkan diri sejauh-jauhnya dari praktek penuh manipulasi semacam itu, tentukan pilihan untuk tidak mau berpihak pada satupun dari mereka, berpihaklah pada suatu yang pasti benar, membela alam contohnya dan kepentingan sosial lain. Daripada berada dalam siklus putaran dimana wajah palsu yang selalu dikenakan dan kapan saja kita bisa ditusuk dari belakang.

Darimana datangnya pemikiran semacam itu?. Banyak hal yang mendasarinya, karna banyak kita ambil satu contoh saja. Musim pemilu kemarin sampai sekarang menuju pilpres. Sudah berapa kali anda mendengar, melihat, membaca kasus pelanggaran partai peserta kampanye pada aturan-aturan kampanye yang sudah ditetapkan KPU?. Banyak? Banyak sekali? Tak terhingga?. Dari yang paling sederhana sampai yang paling heboh sekalipun dapat kita temukan. Terima kasih untuk media massa yang sudah memberitakan kejadian ini.

Pada saat kampanye adalah waktunya para calon membuat citra baik didepan calon pemilihnya, bukannya menunjukkan keburukan mereka didepan khalayak pemilihnya. Tapi itu justru yang terjadi, mau disebutkan pelanggaran apa saja? Waktu kampanye yang  biasanya melebihi batas, alat peraga kampanye, seperti poster, baliho,yang akhirnya hanya menjadi sampah visual masyarakat, merusak lingkungan dan pemandangan, pohon yang dipaku sana-sini sembarangan, tembok yang kotor oleh wajah nan asing tak dikenal. Lihat akhirnya masyrakat lagi yang menjadi korban. Black campaign, bagi-bagi uang, kalau tidak terpilih diminta kembali, sumbangan untuk masjid dituntut kembali, sarana air bersih ditutup kembali. Itulah sebagian kecil perilaku mereka, mereka yang meminta untuk dipilih oleh kita, kita rakyat yang seharusnya menjadi pemeran utama dalam dunia penuh drama ini, bukannya hanya figuran yang ada ketika dibutuhkan saja setelah itu dibuang bagai sampah.

Dari fenomena diatas saja seharusnya kita sudah dapat dapat mengukur seberapa serius sih mereka menjadikan rakyat sebagai golongan yang menempati urutan teratas dalam list mereka yang panjang. Harusnya pula kita sudah menyadari bukan saatnya lagi kita menggantungkan harapan pada orang semacam itu dan apapun yang menyertainya, entah itu warna, lambang-lambang, bahkan keyakinan.

Sudah saatnya rakyat bergerak bersama menentang kekuatan yang sudah sejak lama menguasai bobroknya birokrasi negeri ini, menyingkirkan para orang tua diatas sana yang sudah usang pemikirannya, kolot cara pandangnya, dan lambat cara nya menanggapi dan menyelesaikan persoalan bangsa. Sudah saatnya generasi berganti.  Generasi pemuda yang cerdas dan militan inilah saatnya mengambil peran, menolak dengan tegas politik uang dan bagi-bagi keuntungan. Dukunglah pemimpin yang tidak menjadikan popularitas sebagai tunggangannya melainkan integritas dan berani beradu pendapat secara cerdas didepat rakyatnya. Mengajukan visi-misi yang jelas bukannya aksi anarki dan lagi-lagi sensasi. Nasib bangsa ini kedepan ada ditangan kita, jangan kita relakan Indonesia dikuasai oleh orang-orang tidak becus yang hanya bermodalkan tampang dan kepopuleran saja.


Jadilah pemilih cerdas saudara!! 

Comments

Popular posts from this blog

pemahaman etika menurut Aristoteles dan Immanuel Kant

MENURUT ARISTOTELES Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Istilah lain yang iden¬tik dengan etika, yaitu: • Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). • Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak. Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelas¬kan tentang pembahasan Etika, sebagai berikut: • Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia. • Manner dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia. Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok perhatiannya; antara lain:

Pendidikan Tidak Membuat Seseorang Menjadi Kaya

Pendidikan yang tinggi tidak membuat seseorang menjadi kaya, kerja keras dan usaha iya. Pendidikan hanya membuka perspektif baru yang lebih luas terhadap seseorang, memberi nya lensa baru, kacamata yang lebih beragam, berbeda dan lebih berwarna dalam memandang dan memaknai kehidupan. Kehidupan setelah menempuh pendidikan, adalah fase dimana seseorang sadar kalau dirinya tak disiapkan untuk menghasilkan uang, karna memang bukan itu tujuan dari sebuah pendidikan. Kita semua menyadari kalau pendidikan dinegeri ini mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi materi pembelajaran utamanya masih hanya berupa teori minim eksekusi atau praktek. Alhasil siswa yang dihasilkan hanya pintar bicara tapi minim aksi nyata. Konsep pemikiran buah dari pendidikan yang tinggi kalau hanya untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya harus segera diubah, karna materi sebagai sebuah tujuan sangat kecil nilainya dan tidak bisa dibandingkan dengan ilmu pengetahuan yang didapat. Ilmu tidak bisa dibandi

HIDUP DIATAS STIGMA (puisi essay)

Tak pantaskah aku hidup selayaknya mereka? Tak bisakah aku bermain selayaknya anak biasa? Tak ada lagikah bagiku kesempatan untuk menuliskan cita-cita tanpa embel-embel pembangkangan dibelakangnya? Tak adakah harapan bagiku menjalani sisa hidup tanpa stigma atas dosa masa lalu ayah ibuku yang tak sepenuhnya mereka kerjakan? Inikah garis hidup yang engkau gariskan Tuhan, pada seorang gadis kecil tak tahu apa-apa dan tak tau arah mengadu kemana? PROLOG Gadis kecil itu tak tahu apa-apa Ditinggal ayah dan bundanya entah kemana Orang bilang diasingkan atau dilenyapkan Sungguh dua kata asing baginya dan semakin membingungkan saja Berjalan sendiri mengarungi hidup Tanpa punya tempat mengadu dan menyandarkan bahu kecil dan tubuh kurusnya Si gadis kecil dengan mimpi besar Seolah berjalan sendiri tanpa harapan Diana namanya. Ya, hanya diana saja Tanpa embel-embel nama belakang Apalagi bin dan binti yang menandakan kalau dia punya orang tua Setiap k