Lagi
dan lagi kedaulatan bangsa indonesia mendapatkan cobaan, atau mungkin sengaja
diusik oleh negara tetangga kita, yang sayangnya bukan kali ini saja terjadi.
Mulai dari masalah teritorial, ketenagakerjaan, dan masalah apa saja kalau
sudah menyangkut mengenai martabat atau harga diri bangsa.
Dalam
seminggu saja sudah tiga kejadian yang secara langsung melibatkan kepentingan
negara yang saling bertetangga dan sama-sama tergabung dalam organisasi ASEAN
ini.
Pertama,
kebijakan militer Australia yang dengan sangat teganya menolak para imigran
gelap asal Timur Tengah di tengah lautan dengan cara mengirim mereka kembali
kearah perairan Indonesia dengan hanya dibekali sekoci saja. Selain melanggar
Hak Asasi Manusia mengenai keimigrasian tindakan itu juga melanggar batas teritori air milik negara Indonesia.
Kedua,
protes dari Singapura kepada Indonesia khususnya Militer kita atas pemberian
nama Usman-Harun kepada kapal perang kita yang baru. Alasannya yaitu menengok kembali
ke sejarah masa lalu yaitu ketika Indonesia sedang berkonfrontasi dengan
Malaysia dan Singapura ketika itu masih merupakan bagian dari Malaysia,
Usman-Harun sebagai prajurit melaksanakan perintah dengan membom sebuah hotel
disana sehingga menyebabkan tiga orang meninggal dan beberapa orang lainnya
luka-luka. Memang ini meenyisakan luka yang sangat mendalam bagi warga
singapura khususnya keluarga korban, tapi kalau dilihat dari segi waktu
kejadian berlangsung, waktu itu sedang terjadi perang tentu saja tidak bisa
disamakan dengan keadaan sekarang yang berbeda 180 derajat. Lagipula aksi
Singapura yang dengan seenaknya menyebut kalau Usman-Harun merupakan teroris
sangat disayangkan dan tidak relevan, karna kita semua tahu apa yang dilakukan
Usman-Harun ketika itu semata-mata melaksanakan perintah dari atasannya, belum
lagi Perdana Menteri Singapura ketika Lee Kuan Yew itu telah sepakat untuk
mengakhiri konflik dan melupakan kejadian itu dengan ditandai datangnya beliau
langsung ke Indonesia dan menabur bunga diatas pusara Usman-Harun. Juga
Usman-Harun telah mereka (singapura) hukum
dengan cara digantung dinegara mereka sebagai balasan atas perbuatan
mereka waktu itu. Tapi bagi indonesia Usmah-Harun tetaplah pahlawan bangsa.
Ketiga,
setelah dibuat gempar dan miris dengan kasus penyiksaan TKI kita asal Sragen (Erwiana)
yang bekerja di Hongkong oleh majikannya. Kini ada lagi kasus baru yang tak
kalah mengharukannya dengan ditemukannya jasad seorang TKI asal Sumatera Utara
yang terapung dilaut lepas dalam sebuah peti. Anita Hutahuruk tenaga kerja indonesia (TKI)
yang mengadu nasib di Malaysia ditemukan tewas, jasadnya terapung di laut
bagansiapiapi, sinaboi, Riau. Ditemukan membusuk dengan hanya berbungkuskan
plastik dan beberapa kartu identitas dirinya. Sangat miris tentu saja mengingat
peristiwa ini bukanlah yang pertama, sering kali keluarga para pahlawan devisa
ini mendapatkan kejutan tentang kabar kepulangan sanak saudaranya dari tanah
perantauan, demi mencari penghidupan yang lebih layak ditanah orang. Namun
kejutan yang diharapkan berbanding terbalik dengan apa yang harus dihadapi
sebagai kenyataan keluarga dirumah, sang anak dan istri tercinta yang
ditunggu-tunggu kepulangannya ternyata kembali bukan hanya dengan tangan hampa,
tapi juga tanpa nyawa.
melihat
bagaimana upaya pemerintah yang selalu menghimbau dan membuat program untuk
meminimalisir keberangkatan TKI dengan jalur ilegal selalu saja menemui
celahnya, celah untuk dilanggar lagi dan dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang
tidak bertanggung jawab.
maka banyak pihak yang akhirnya mengusulkan
agar pemerintah menghentikan saja pengiriman para TKI yang ingin bekerja diluar
negeri tersebut. Tapi ini sebuah ironi, seperti dihadapkan pada buah
simalakama. Kalau mereka tidak berangkat bekerja keluar negeri, bagaimana
mereka mencari penghidupan di kampung halaman sendiri. Sedangkan didalam negeri
sangat sulit mencari lapangan pekerjaan, bukan saja bagi mereka yang hanya
berijasahkan SMP dan SMA, yang sarjana saja banyak yang susah mencari kerja
dinegeri ini atau bahasa kerennya pengangguran.
Kembali
ke topik bahasan. Entah disengaja atau tidak, “serangan” kepada Indonesia dari
3 negara tetangga diatas bertepatan dengan agenda nasional berskala besar
bangsa ini yang sedang gencar-gencarnya dibahas dan dipersiapkan. untuk menyelanggarakan pesta demokrasi nya
beberapa bulan kedepan. Orang yang memperhatikan situasi politik negeri ini
akan sangat mafhum bahwasannya para politisi, menteri, dan pejabat negeri ini
yang sebagian besar merupakan ketua, kader, dan simpatisan partainya, yang
notabene ikut berkompetisi dalam pemilu sedang teralihkan fokusnya.
Dari
berbagai elemen masyarakat dan pemerintah sedang menyiapkan diri dan
kelompoknya masing-masing untuk menghadapi segala kemungkinan yang akan mereka
hadapi di pemilu nanti. Kemungkinan untuk bertahan atau menyerang, dalam
situasi kalah atau menang. Kondisi semacam Ini membuat Indonesia menjadi
sasaran empuk pihak luar yang mempunyai kepentingan kepada Indonesia dan
tentunya bagi negara mereka masing-masing dengan menggunakan Indonesia sebagai
bidak catur yang ingin mereka mainkan.
Dari
sinilah dibutuhkan kejelian dan kedewasaan kita sebagai negara yang besar,
dalam menyikapi masalah luar negeri jangan terburu-buru mengambil keputusanyang
terkesan tidak bijak. Jangan asal
melontarkan wacana perang dan “Ganyang Malaysia lagi”, karna tidak semudah dan
sesederhana itu kalau benar ingin menyelesaikan masalah dengan cara angkat
senjata. Perang tak lain dan tak bukan hanya akan menimbulkan masalah-masalah
baru bagi mereka yang terlibat didalamnya, ini adalah pelajaran pertama yang
kita dapat dari negara-negara yang sampai saat ini masih berperang atau dalam
status diinvasi negaranya oleh negara lain. Kita tentu tak ingin kejadian
serupa menimpa negara ini, kalau masih bisa diselesaikan dengan cara damai dan
penuh toleran dari kedua belah pihak kenapa tidak.
Dengan
banyaknya respon dari rakyat Indonesia yang geram dengan beberapa peristiwa diatas
yang terkesan menginjak-injak harkat dan martabat bangsa Indonesia, merupakan
pertanda sangat bagus. Karna rasa nasionalisme hanya akan tampak dari reaksi warga negara yang merasa negaranya dilecehkan
oleh negara lain, dalam hal apapun. Dari fenomena ini kita melihat bahwa
pembentukan karakter cinta bangsa telah berjalan dengan baik dan harus terus
ditingkatkan, penanaman rasa nasionalisme sejak dini harus terus digalakkan
dengan berbagai cara, salah satunya dengan belajar sejarah Indonesia, bagaimana
para pendiri bangsa ini dahulu mengorbankan jiwa dan raga mereka untuk
kemerdekaan bangsa kita, tujuannya tak lain agar anak cucunya kelak tidak
merasakan kesusahan menjadi negara jajahan, agar kita semua sekarang merasakan
kebebasan dan mampu menggunakannya sebaik mungkin untuk membangun negeri ini
menjadi lebih baik lagi kedepannya.
Tunjukkan
kalai Indonesia terlalu besar dan berharga untuk bisa diadu domba LAGI!!!
Comments
Post a Comment