Istilah “sudah jatuh ditimpa tangga
pula” seakan pas kalau kita alamatkan kepada Gubernur Jakarta nan bersahaja
saat ini, pak Jokowi biasa seperti itu beliau disapa dengan nama sesungguhnya
yaitu Joko Widodo. Mengapa seperti itu, tak lain karena belum lagi kering
keringat Jokowi dan belum lagi kering baju Jokowi hasil dari blusukannya saat
hujan pula ke bendungan-bendungan dan lokasi banjir di seantero Jakarta, dia
sudah mendapatkan banyak “serangan” dari “lawan-lawan” politiknya melalui media
massa terkait bencana banjir di ibu kota yang
dibuat seolah-olah hanya Jokowi seorang lah penyebabnya dan hanya jokowi
dapat, wajib, harus, kudu negebenerin tuh jakarta yang katanye milik kite
bersama.
Mulai dari perkataan” Jokowi tidakbecus mengurus Jakarta”, ” jokowi yang
tidak menepati janjinya saat kampanye dulu”, “ jokowi telat mengantisipasi
banjir”, “ sampai dengan tuntutan untuk minta maaf kepada rakyat jakarta”. Walau
beliau selalu menanggapinya dengan santai saja, (memang begitulah gayanya dan
selalu).
Beberapa hari belakangan juga hal
yang serupa namun tak sama menimpa pimpinan lembaga paling sibuk sepanjang tiga
tahun belakangan di negeri ini, yaitu KPK (Komisi Pemberantas Korupsi). Pak Abraham
Samad namanya, putra daerah asli Makassar ini diserang pula tepat setelah
lembaga yang dia pimpin menangkap “ikan besar” dalam rangka membersihkan setiap
inci negara ini dari para koruptor serakah penjarah uang rakyat demi keutungan
pribadi, keluarga dan kelompoknya. “ikan-ikan besar” itu adalah Ratu Atut Gubernur
Banten, dan Anas Urbaningrum mantan ketum Partai Demokrat.
Tepat setelah pengkapan Ratu Atut oleh
KPK, ratusan simpatisan yang menamakan dirinya pendekar, jagoan, dukun, loyalis,
rakyat banten dll ini menyerbu KPK sebagai bentuk protes mereka karna
pemimpinnya ditangkap, mulai dari sumpah-serapah, sampai jurus-jurus ilmu
beladiri yang entah apa namanya mereka pamerkan tepat didepan gedung KPK, belum
cukup sampai disitu teriakan bernada ancaman pun tertuju kepada para pimpinan KPK
dan yang paling utama tentu Abraham Samad mulai dari ancaman dibunuh, disantet
diapainlah macam-macam. Walau pada akhirnya terbongkar fakta mengejutkan sekaligus
menggelikan kalau mereka dibayar 15 ribu rupiah untuk melakukan aksi itu.
Beberapa fakta diatas, menampilkan
secara gamblang beberapa fenomena mulai dari politik, ekonomi dan sosial yang
dapat penulis analisis. Dan ini menunjukkan sebenarnya sudah sejauh mana sih
masyarakat kita bertransformasi dari masyarakat yang katanya jadul “jaman
doeloe” gampang dibodohi, dibohongi itu
menuju masyarakat “modern yang
katanya high class, dan sudah melek
politik”.
Pertama : dari
kasus Jokowi. Ini mengindikasikan persaingan dalam dunia politik untuk urusan
merebut kursi, simpati publik itu sungguh kejam kenyataannya. Istilahnya kita
tidak bisa sedikitpun memberi kucing itu aroma ikan bakar yang segar kalau
tidak mau langsung disambarnya. Sedikit saja lawan politik lengah atau
menunjukkan kelemahannya maka akan langsung diserang kanan-kiri atas-bawah,
demi untuk menjatuhkan kredibilitasnya dimata masyarakat. Maka disaat itulah
sang pahlawan kesorean datang menawarkan bantuan.
Bukan rahasia lagi kalau banyak
lembaga survei menempatkan jokowi
sebagai calon kuat untuk kursi presiden 2014, tak ayal ini pun membuat
para pimpinan, kader, dan simpatisan banyak partai politik saingannya tidak
hanya kebakaran jenggotnya tapi juga hatinya panas seakan terbakar. Melihat peluang
mereka seakan kecil di pemilu nanti hanya karna seorang jokowi yang kurus
kering, seorang pengusaha mebel asal
solo yang kalo ngomong logat jowo nya medok itu.
Jadi sedikit saja ada celah untuk
menyerang jokowi, maka seperti yang kita lihat terjadilah apa yang penulis
sebut dengan “serangan banjir” tersebut. Namun apa daya anjing menggonggong
kafilah pun tetap berlalu, seperti gaya nya yang biasa, jokowi hanya menanggapi
nya dengan biasa saja, dia hanya berujar “lah wong saya lagi kerja nyata kok,
gak ada waktu untuk ngurusi yang seperti itu” gitu katanya,....
Kedua :
kebenaran yang sulit diterima. Kita semua tahu, pak abraham samad telah
bertindak benar dengan menangkap para tersangka korupsi disamping mereka
benar-benar bersalah atau tidak, tapi penyelidikan menunjukkan kalau mereka
telah menjadi tersangka dan harus ditahan. Kita juga tahu jokowi benar, dia
benar karena dia telah bekerja keras, dia blusukan, dia membangun kembali
bendungan, dan kalaupun banjir masih melanda jakarta, tidak fair rasanya kalau semua kesalahan
dialamatkan kepada beliau, setidaknya Jokowi telah menunjukkan bagaimana
seorang pemimpin itu seharusnya bertindak, beliau mempraktekkan langsung apa
itu kerja nyata, turun langsung, mengecek langsung ke lokasi kejadian, menyapa
langsung rakyatnya, mendengar secara dekat apa saja keluhannya.
Ketiga :
pemberitaan media massa sungguh sangat mempengaruhi citra seseorang begitu
hebatnya, kalau kita tidak dibekali dengan pengetahuan yang cukup maka dapat
dipastikan kita akan menjadi sasaran empuk propaganda dari kampanye-kampanye
hitam (black campaign) melalui media
massa. Indonesia yang semakin memanas menjelang pemilu beberapa bulan lagi,
tapi tidak bagi sebagian pihak, diantaranya adalah perusahaan media baik cetak,
maupun televisi dan satu lagi lewat saluran digital atau internet.
Fenomena ini merupakan lahan basah
bagi mereka untuk meraup untung sebanyak-banyaknya, tak terhitung berapa setiap
harinya rupiah yang mereka raup dari iklan-iklan, siaran langsung kampanye
calon-calon yang didukung oleh media itu sendiri, dan titipan-titipan para
calon pejabat ini dan masih banyak lagi. Ini merupakan satu dari sekian banyak
dimana masalah ekonomi menjadi dalang dari pemberitaan semacam diatas yang
menguntungkan bagi sebagian orang justru hujatan dan serangan bagi sebagian
yang lain.
Dalam situasi seperti ini media
harusnya bersikap netral, dengan merilis pemberitaan yang objektif tidak
memihak. Sebagai satu dari empat pilar kebangsaan pers atau media massa
memegang peranan penting dalam mengatur view
atau pandangan masyarakat terhadap suatu fenomena dan seorang tokoh. Pemberitaan
yang objektif akan sangat membantu masyarakat dalam menentukan pilihannya nanti
dalam pemilu, tanpa ter-distorsi terlebih dahulu pikirannya, diharapkan dari
situ akan muncul seorang pemimpin yang betul dibutuhkan orang rakyat Indonesia
saat ini, bukan pemimpin seperti sekarang yang tak ada bedanya dengan
pendahulunya, hanya pintar berjanji untuk seterusnya kita lihat saja nanti,..
GREAT LEADER DON’T TELL YOU WHAT TO
DO..
THEY TOLD YOU HOW IT’S DONE.
Comments
Post a Comment