Skip to main content

MENGENANG PERTEMPURAN WATERLOO


OLEH : EZA AHIM IKI.
Banyak cara untuk meraih keuntungan dan kekayaan, salah satunya lewat isu dan peperangan. Kita saksikan sekarang betapa seringnya acara-acara infotaiment hadir di layar kaca kita, yang melulu isinya “artis/aktor anu diisukan begini/begitu”. Di sisi lain kita lihat perang dengan kebiadaban yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan masih marak di dunia yang katanya “modern” ini.

Dari dua point ini, bisa kita lihat berapa banyak manusia tidak bermoral ambil aksi cari untung. Mulai iklan dari berbagai macam produk di sela-sela acara infotaiment tadi, atau para broker tentara bayaran dan para pedagang senjata yang dagangannya laris saat perang. Tapi apa jadinya jika dua hal ini dijadikan satu untuk mendapat untung yang jauh lebih tinggi lagi?.

Mari kita beralih ke Belgium 198 tahun yang lalu tepatnya di Waterloo tanggal 18 Juni 1815, saat pasukan koalisi Inggris-Prussia yang dipimpin oleh Duke of Wellington menghadapi tentara Napoleon dari Prancis.
Pendanaan memainkan peran yang sangat vital dalam peperangan, baik Inggris maupun Prancis melakukan berbagai macam cara untuk menggalang dana demi mendukung kekuatan tempur mereka masing-masing. Selain mengumpulkan dana dengan cara menjual hutang kepada masyarakat (bonds), dua negara ini juga melakukan pinjaman besar terhadap bankir-bankir kaya di Eropa. Menariknya, kedua belah pihak ini dibiayai oleh jaringan bankir Rothschild bersaudara yang tersebar di hampir seluruh daratan Eropa.

Perang Waterloo yang berlangsung kurang dari sehari ini bukan hanya akan mempengaruhi dua negara yang bertikai, tapi juga seluruh daratan Eropa. Sementara itu, pasar modal (stock exchange) di London, Inggris, tengah mengalamai kekhawatiran. Ini dikarenakan para pemegang hutang negara (bonds) khawatir jika Inggris sampai kalah perang, maka siapa yang akan membayar piutang mereka?.

Ketidakpastian ini sewaktu-waktu dapat memecah kepanikan, para investor terjebak dalam dua titik psikologi ekstrem, rugi besar (jika Inggris kalah), atau untung besar (jika Inggris menang). Informasi atau bahkan isu sekalipun dapat memancing reaksi langsung dari para investor yang tengah gelisah. Sebab mereka (investor) harus bertindak cepat, entah dengan menjual kembali bonds tersebut (demi menghindari kerugian lebih besar, saat bonds tersebut tidak ada harganya lagi karena tidak ada yang bisa dimintai pertanggung jawaban jika Inggris kalah), atau membeli lebih banyak (demi mendapat keuntungan lebih besar dari kemengan Inggris).

Nathan Rothschild, bankir dari jaringan Rothschild Families, dengan jaringan informasinya yang kuat, berhasil mendapatkan berita tentang kemenangan Inggris di medan Waterloo lebih cepat sehari dibandingkan berita resmi yang beredar. Sadar akan kesempatan yang ia miliki, alih-alih memborong bonds Inggris, ia terlihat menjual bonds Inggris yang ia miliki secara perlahan-lahan dengan muka lesu. Melihat sikap Nathan yang demikian, investor-investor yang sedang gelisah itu menjadi panik, mereka mengira bahwa Inggris kalah perang dan mereka berada dalam ancaman kerugian. Dalam waktu singkat harga bonds Inggris melorot jatuh karena semua orang menjual dan tidak ada yang mau membeli.

Di tengah kepanikan pasar, Nathan memerintahkan agen-agen nya untuk membeli kembali bonds Inggris yang harganya jauh lebih murah dari harga wajarnya. Sampai dengan seluruh bonds Inggris ia beli, muncullah berita resmi kemenangan Inggris. Mendulang untung yang luar biasa dari bonds Inggris dan hutang langsung yang ia berikan untuk mendanai Inggris di perang Waterloo, Nathan sukses membelenggu Inggris dalam jerat hutang. Oh, dan jangan lupa bunganya.

Walau sebagian orang menyangkal kebenaran dari cerita tentang bagaimana Nathan Rothschild mendapatkan kekayaan dari perang Waterloo, karena berita ini dianggap memiliki tendensi Anti-semit. Kita mendapat pelajaran berharga mengenai betapa krusialnya persoalan perang dan isu. Jika perang mampu membunuh kita secara fisik, isu dapat membunuh karakter kita di tengah masyarakat, plus kedua-duanya dapat dimanfaatkan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab untuk memperoleh keuntungan.

Tentu saja akan lebih mengerikan lagi jika peperangan dan isu dicampur jadi satu dan dimanfaatkan untuk mengontrol situasi, baik secara politik, ekonomi dan sosial, seperti yang dicontohkan oleh kisah pertempuran Waterloo. Ini penting untuk membangun kesadaran Ummat Islam ditengah maraknya revolusi yang tengah diperjuangkan oleh saudar-saudara kita di timur tengah.

Hikmah lainnya dapat kita lihat adalah jawaban dari mengapa islam mengharamkan transaksi ekonomi yang mengandung unsur gharar (ketidakpastian/ketidakjelasan), riba (bunga/interest), dan manipulasi. Memang benar bahwa dengan unsur-unsur diatas kita dapat meningkatkan keuntungan berlipat ganda, tapi lapangkah hati kita jika kita menerima keuntungan dengan cara merugikan dan mendzalimi orang lain atau partner bisnis kita?

Statement “bisnis adalah bisnis” tidak layak diucapkan dari lisan seorang muslim, sebab dalam setiap bentuk usaha, baik mu’amalah dan ‘ubudiyyah, akhlaq menjadi patokan dan tolak ukur. Bahkan ketika menghadapi kaum yang tidak seiman dengan kita, pantang bagi seorang muslim untuk melepas akhlaqnya dan lantas bertindak menuruti hawa nafsunya.

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang sholih”
(HR: Bukhari dalam shahih Bukhari kitab adab) 


Wallahu ‘alamubisshowwab

Comments

Popular posts from this blog

pemahaman etika menurut Aristoteles dan Immanuel Kant

MENURUT ARISTOTELES Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Istilah lain yang iden¬tik dengan etika, yaitu: • Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). • Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak. Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelas¬kan tentang pembahasan Etika, sebagai berikut: • Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia. • Manner dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia. Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok perhatiannya; antara lain:

Pendidikan Tidak Membuat Seseorang Menjadi Kaya

Pendidikan yang tinggi tidak membuat seseorang menjadi kaya, kerja keras dan usaha iya. Pendidikan hanya membuka perspektif baru yang lebih luas terhadap seseorang, memberi nya lensa baru, kacamata yang lebih beragam, berbeda dan lebih berwarna dalam memandang dan memaknai kehidupan. Kehidupan setelah menempuh pendidikan, adalah fase dimana seseorang sadar kalau dirinya tak disiapkan untuk menghasilkan uang, karna memang bukan itu tujuan dari sebuah pendidikan. Kita semua menyadari kalau pendidikan dinegeri ini mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi materi pembelajaran utamanya masih hanya berupa teori minim eksekusi atau praktek. Alhasil siswa yang dihasilkan hanya pintar bicara tapi minim aksi nyata. Konsep pemikiran buah dari pendidikan yang tinggi kalau hanya untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya harus segera diubah, karna materi sebagai sebuah tujuan sangat kecil nilainya dan tidak bisa dibandingkan dengan ilmu pengetahuan yang didapat. Ilmu tidak bisa dibandi

Self Reflection

Setelah sekian lama bergulat dengan perasaan gak jelas, entah bersalah, tidak peduli, apatis atau apa namanya saya sendiri kesulitan menemukan kata yang tepat menggambarkan perasaan ini. yang pasti, gak ada yang salah dengan pemikiran saya selama ini, tentang tulisan-tulisan yang telah saya post di blog sederhana ini, semuanya (hampir 98%) hasil pemikiran saya sendiri. Plus yang membuat saya terhenti untuk sementara adalah pergulatan batin yang bagi saya adalah medan peperangan yang seakan tak akan pernah bisa saya menangi. Berkomunikasi pada alam bawah sadar sendiri adalah salah satu pertanda kecerdasan seseorang (katanya hehe), tapi bagaimana kalau pemikiran itu menjadi sebuah perangkap, atau bahkan penjara yang mengungkung kebebasan berpikir mu dan kau menjadi kerdil sejak dalam pikiran sendiri. Pada intinya saya menjadi semakin realistis (klise memang), dikarenakan hidup (realitas) meng-KO- saya keras sekali sampai menghujam ke bumi, menyadarkan saya kalau hidup tidak seperti y