Tanpa
kita sadari banyak sekali tontonan yang kita saksikan di televisi-televisi
nasional itu hanyalah sebagai pengalihan saja dari berita yang lebih besar dan
seharusnya mendapatkan perhatian lebih besar pula dari publik sebagai bentuk
pengawasan juga perhatian terhadap pemerintah dan kejadian-kejadian yang sedang
hangat dibicarakan. Baik acara itu sebagai bagian dari program dari televisi
yang bersangkutan maupun kontennya yang entah realita atau hasil ciptaan
belaka. Who knows di jaman serba digital dan semakian tak pasti ini sangat
susah rasanya membedakan mana yang benar tak dibuat-buat dan yang sengaja diperlihatkan
seperti benar saja, sudah sangat mirip dan tak ada bedanya saja.
Bagi
orang yang tak mengerti literacy media penulis meragukan mereka akan mengerti
akan permainan ini. dengan segala bentuk
permainan oleh media-media terhadap publik yang justru merupakan sasaran utama dari seluruh rangkaian acara mereka
selama 24 jam lamanya. Metode pengalihan ini sebenarnya bukanlah tren baru-baru
ini saja, kalau kita menengok kebelakang bangsa barat telah mempraktekannya
tapi dengan cara yang lebih rapi dan hampir tak terlihat dan tak terasa sama
sekali. Lihat perang Waterloo.
Mereka
memanfaatkan perang pada waktu itu (diluar fakta bahwasannya perang itu memang
direkayasa untuk kepentingan politik dan ekonomi semata, atau memang sebagai
bentuk pertentangan dua idealisme besar antar bangsa-bangsa yang ada di eropa
saat itu atau tidak), tapi yang pasti dengan adanya perang, maka akan ada pihak
yang dirugikan juga yang diuntungkan,
pihak yang rugi tentu saja warga negara yang tidak tahu menahu akan esensi dari
perang itu tapi mereka diwajibkan untuk ikut mendanai baik dengan sumbangan
uang atau mengirimkan anak lelaki mereka yang telah remaja untuk menjadi “martir”
sejarah bangsa mereka. Dan pihak yang untung salah satunya tentu saja kita tak
bisa menutup mata pula dari mana asal senjata yang dipakai untuk berperang itu
berasal, kalau bukan dari orang-orang yang menjadikannya sebagai lahan bisnis,
ya bisnis diatas jutaan nyawa yang tergantung diujung moncong senapan yang
panas itu.
Coba
tengok film Lord of War yang dibintangi oleh Nicholas Cage. Itu hanyalah
gambaran kecil cari betapa suplai senajata terhadap pemerintah suatu negara
yang sedang perang, para pemberontak, teroris, mafia, dll itu benar-benar
sangat dibutuhkan entah itu sebagai industri yang legal atau tidak. tapi yang pasti selama
senjata-senjata itu mudah di dapat maka dapat dipastikan pertumpahan darah akan
sangat sulit untuk dihentikan. Eh, malah ada negara yang ingin melegalkan
senjata???
Kembali
ke topik utama bahasan kali ini, pengalihan fokus dan konsentrasi publik
terhadap isu-isu nasional dan
internasional yang lebih besar dan seharusnya mendapatkan porsi yang lebih
besar pula itu, tak lain merupakan bentuk kejahatan pula. Media yang seharusnya
mempunyai kewajiban dan tanggung jawab moral (social responsibility) terhadap
mesayarakat sebagai garda terdepan lembaga yang mengawasi dengan kritis kinerja
pemerintah diharapkan mampu menjadi pengawas dan mengawal terhadap segala
bentuk pengambilan kebijakan. Bukan malah menjadi alat atau menjadi aktor utama
upaya pengalihan isu tadi (melihat faktanya justru media-media berskala
nasional kini justru dimiliki oleh orang-orang yang memiliki kepentingan
politik, jadi tidakaneh rasanya). Faktor lainnya juga disebabkan dari mana
berita itu diambil. Kalau misalnya kita mengambil berita tentang perang di
timur tengan atau afrika, dari CNN dan sejenisnya, ya tentu saja kita wajib
mempertanyakan dan menyelidiki keaslian dari berita itu, mengapa?, karna bukan
rahasia lagi bahwasannya media-media besar itu telah dimiliki oleh sekelompok
orang dibawah naungan sebuah organisasi besar (freemason, rotschild, henry kissinger
dll). Mereka mempunyai kepentingan sendiri pada pengalihan opini publik
terhadap hal-hal yang “kurang penting” agar berita yang seharusnya mendapatkan
porsi yang lebih besar itu malah hanya berakhir di running tags saja,..
Ironisnya
berita tentang perang ( atau lebih tepatnya pembantaian “genocide”) hanya
menjadi semacam bahan komoditi saja ditengah besarnya arus permainan politik
tingkat tinggi di media massa. Kita seakan menutup mata (atau sengaja ditutup
mata kita, disilaukan oleh tayangan-tayangan tak penting tentang selebiriti,
infotainment, dll yang justru berakhir dengan menonjolkan kebodohan semata).
Kita dilupakan dan melupakan akan apa yang terjadi pada Palestina, Suriah,
Irak, Pakistan dan masih banyak lagi negara yang boro-boro mau menonton
televisi, ketika ingin beribadah saja mereka was-was baik itu dirumah sendiri
apalagi dimasjid-masjid. Mental kita telah dibentuk sedemikian rupa untuk
mengabaikan berita semacam itu dan lebih menyibukkan diri pada kepentingan diri
kita sendiri, mempersiapkan masa depan dengan cara yang ujung-ujungnya kita
meniru pula apa yang ditunjukkan oleh mereka (barat). Sekolah, kerja,
nikah/punya anak, tunjangan/pensiun, dan mati. Kita dilupakan akan waktu yang
kita punya untuk mensyukurinya dengan cara-cara yang indah, menikmati hidup dan
alam semesta dengan cara kita sendiri, bukannya malah menghabiskan waktu dan
umur kita ditempat dan waktu yang sebenarnya di dalam hati kecil kita tidak
menginginkannya sama sekali.
Comments
Post a Comment