Skip to main content

dibodohi oleh sistem

DI BOHONGI, DI PERALAT, DAN DIBODOHI OLEH SISTEM
Sistem merupakan seperangkat aturan yang terdiri dari garis-garis aturan (ketentuan) lain yang saling berkaitan dan memberikan pengaruh antara satu dengan yang lainnya yang lebih dikenal dengan “sub-sistem”. Satuan-satuan terkecil yang berkumpul itu kemudian  membentuk seperangkat aturan yang kita sebut  sistem.  Kita analogikan Seperti jutaan bintang dan planet (sebagai sub-sistem) yang membentuk sebuah sistem tata surya, saat ini kita sebut galaksi bima sakti (sebagai sistem).
Pada hakekatnya sistem atau aturan itu dibuat sebagai alat untuk memudahkan pekerjaan manusia, memberikan rambu-rambu jalan yang memberikan petunjuk kemana harus berjalan, arah mana yang harus diambil, dan bagaimana kita melaksanakannya. Sistem dibuat merupakan hasil dari kesepakatan antar manusia sebagai pemegang suatu kebijakan mewakili kelompok sosialnya masing-masing, kalau sekarang seperti wakil dari partai-partai yang menjadi anggota DPR dan membentuk sebuah Undang-Undang. Mereka seakan menjadi wakil dari milyaran manusia, dan membuat aturan baginya.
Namun saat ini sistem telah mempunyai banyak nickname yang artinya mendekati sama, seperti prosedur, protokol, dan birokrasi. Hampir-hampir mirip bahkan terkadang kita salah menempatkannya. Mana yang harus dipakai untuk suatu kondisi tertentu dan mana yang tidak. Lagi-lagi ini bertujuan sama, “mengatur” manusia sebagai pelaku entah itu si pembuat aturan itu sendiri, dan manusia yang lainnya yang tidak tahu apa kegunaan dan implikasinya bagi kehidupan mereka dalam tatanan lingkungan sosial yang penuh dengan kemajemukan latar belakang.
Yang ingin ditekankan disini fungsi dari sistem atau prosedur tadi yang awalnya untuk memberikan kemudahan malah telah melenceng kearah yang sebaliknya. Sangat disayangkan justru memberatkan dan terkesan membodohi manusia “kita” sebagai pelaku dan objek dari sistem itu sendiri. Contohnya, ketika kita ingin mengurus surat-surat saja, entah itu SIM, KK, surat tilang, dll. Sunggguh melalui proses yang sangat rumit dan terkesan bertele-tele. Tidak habis pikir mengapa urusan semacam ini tidak dilayani saja dengan kebijakan satu pintu, artinya ditempat dan waktu yang sama tanpa harus kita kesana-kemari hanya untuk meminta sebuah tanda tangan saja misalnya. Demi sebuah surat saja kita harus mondar-mandir ke gedung satu ke gedung yang lain, naik turun tangga, dan seabrek “prosedur” yang lainnya.
Belum lagi tangan-tangan jahil yang berusaha meraup keuntungan dari sistem ini, sebagai “orang dalam” (mereka yang berada dalam siklus dimana aturan itu dibuat dan mempunyai payung hukum) mereka menggunakan kekuasaannya dengan menawarkan kemudahan (ini bisa jadi merupakan suatu legitimasi bahwa sistem (baca=aturan) itu ada untuk memberatkan) agar apa yang ingin diurus cepat selesai dan tanpa banyak melalui prosedur-prosedur yang justru mereka sendiri telah buat, sebagai sebuah instansi yang mempunyai kewenangan untuk hal tersebut.
Kajadian semacam ini terjadi sudah disemua lini, instansi pemerintah, swasta, perguruan tinggi dan masih banyak lagi. Betapa kita dituntut untuk melakukan sesuatu yang sesungguhnya bisa kita permudah saja, jangan lagi-lagi atas atas nama sebuah kebijakan hasil jiplakan yang entah dari mana, kita seakan kaku dan tak mau membuat sebuah terobosan baru, dengan membuat sebuah aturan yang sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat dan lingkungan kita sendiri.  
Jangan pernah lupa bahwasannya segala bentuk aturan dan kebijakan yang kita gunakan hingga kini masih banyak mengadopsi dari bekas bangsa penjajah yang telah memperbudak kita beberapa puluh tahun yang lalu. Seperti sistem pendidikan kita, SD, SMP, SMA dan lainnya masih merupakan hasil adopsi dari belanda yang secara teritori dan latar belakang budaya sangat jauh berbeda, Eropa dan Asia.
Untuk menjadi bagian dari dunia yang kreatif, kita pun haris berpikir kreatif, mempunyai pemikiran berbeda, tidak hanya mengikuti arus yang sudah ada, tapi mampu berinovasi menciptakan sendiri sitem yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat kita yang seharusnya sudah sangat kita kenal, karna itu sudah ada sebagai bagian dari identitas diri kita sendiri. Breakthrough atau membuat terobosan baru merupakan sebuah jawaban atas segala aturan yang menjemukan dan kaku saat ini, sistem yang dibuat untuk menghambat daya kreatifitas dan jalan kita menuju sebuah perubahan yang hanyak akan terjadi kalau kita mampu dan mau mengambil jalan yang berbeda dari kebanyak orang.
The one who follows the crowd will usually get no further than the crowd.
The one who walks alone, is likely to find himself in places no one has ever been.

Albert Einstein.

Comments

Popular posts from this blog

pemahaman etika menurut Aristoteles dan Immanuel Kant

MENURUT ARISTOTELES Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Istilah lain yang iden¬tik dengan etika, yaitu: • Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). • Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak. Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelas¬kan tentang pembahasan Etika, sebagai berikut: • Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia. • Manner dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia. Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok perhatiannya; antara lain:

Pendidikan Tidak Membuat Seseorang Menjadi Kaya

Pendidikan yang tinggi tidak membuat seseorang menjadi kaya, kerja keras dan usaha iya. Pendidikan hanya membuka perspektif baru yang lebih luas terhadap seseorang, memberi nya lensa baru, kacamata yang lebih beragam, berbeda dan lebih berwarna dalam memandang dan memaknai kehidupan. Kehidupan setelah menempuh pendidikan, adalah fase dimana seseorang sadar kalau dirinya tak disiapkan untuk menghasilkan uang, karna memang bukan itu tujuan dari sebuah pendidikan. Kita semua menyadari kalau pendidikan dinegeri ini mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi materi pembelajaran utamanya masih hanya berupa teori minim eksekusi atau praktek. Alhasil siswa yang dihasilkan hanya pintar bicara tapi minim aksi nyata. Konsep pemikiran buah dari pendidikan yang tinggi kalau hanya untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya harus segera diubah, karna materi sebagai sebuah tujuan sangat kecil nilainya dan tidak bisa dibandingkan dengan ilmu pengetahuan yang didapat. Ilmu tidak bisa dibandi

Self Reflection

Setelah sekian lama bergulat dengan perasaan gak jelas, entah bersalah, tidak peduli, apatis atau apa namanya saya sendiri kesulitan menemukan kata yang tepat menggambarkan perasaan ini. yang pasti, gak ada yang salah dengan pemikiran saya selama ini, tentang tulisan-tulisan yang telah saya post di blog sederhana ini, semuanya (hampir 98%) hasil pemikiran saya sendiri. Plus yang membuat saya terhenti untuk sementara adalah pergulatan batin yang bagi saya adalah medan peperangan yang seakan tak akan pernah bisa saya menangi. Berkomunikasi pada alam bawah sadar sendiri adalah salah satu pertanda kecerdasan seseorang (katanya hehe), tapi bagaimana kalau pemikiran itu menjadi sebuah perangkap, atau bahkan penjara yang mengungkung kebebasan berpikir mu dan kau menjadi kerdil sejak dalam pikiran sendiri. Pada intinya saya menjadi semakin realistis (klise memang), dikarenakan hidup (realitas) meng-KO- saya keras sekali sampai menghujam ke bumi, menyadarkan saya kalau hidup tidak seperti y