BAB I
PENDAHULUAN
Bangsa kita terkenal dengan wilayahnya yang luas, terdiri
dari beribu-ribu pulau makanya sering disebut sebagai negara kepulauan.
Sebagian besar adalah lautan yang membentang dari Sabang sampai Merauke di
timur Papua. Dengan banyaknya daerah itu maka banyak pula kebudayaan, bahasa,
adat-istiadat yang melatar belakangi terbentuknya republik tercinta ini. Tak
pelak dari kemajemukan ini akan menimbulkan banyak perbedaan dalam interaksi
sosial dalam masyarakat, maka dari itu dibutuhkan sikap toleransi dan empati
dalam pergaulan demi menyikap setiap perbedaan baik budaya, bahasa, agama, dan
suku yang ada. Maka lewat makalah ini akan mencoba menngupas arti budaya itu
sebenarnya dan bagaimanakah sikap toleransi dan empati yang seharusnya kita
lakukan.
Kebudayaan nasional
Kebudayaan nasional adalah kebudayaan yang diakui sebagai identitas
nasional. Definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni:
“ Kebudayaan nasional yang berlandaskan
Pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan
keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan
martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna
pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan
demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya.Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Wujud, Arti dan Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan
Asli bai Masyarakat Pendukukungnya, Semarang: P&K, 199 ”
kebudayaan nasional
dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah “puncak-puncak dari kebudayaan
daerah”. Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin dimantapkan,
sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan. Wujudnya
berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa nasional.
Definisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat dapat dilihat dari peryataannya:
“yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa
mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan
nasional”. Pernyataan ini merujuk pada puncak-puncak kebudayaan daerah dan
kebudayaan suku bangsa yang bisa menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia
jika ditampilkan untuk mewakili identitas bersama.Nunus Supriadi, “Kebudayaan
Daerah dan Kebudayaan Nasional”
Pernyataan yang tertera
pada GBHN tersebut merupakan penjabaran dari UUD 1945 Pasal 32. Dewasa ini
tokoh-tokoh kebudayaan Indonesia sedang mempersoalkan eksistensi kebudayaan
daerah dan kebudayaan nasional terkait dihapuskannya tiga kalimat penjelasan
pada pasal 32 dan munculnya ayat yang baru. Mereka mempersoalkan adanya
kemungkinan perpecahan oleh kebudayaan daerah jika batasan mengenai kebudayaan
nasional tidak dijelaskan secara gamblang.
Sebelum di amandemen,
UUD 1945 menggunakan dua istilah untuk mengidentifikasi kebudayaan daerah dan
kebudayaan nasional. Kebudayaan bangsa, ialah kebudayaan-kebudayaan lama dan
asli yang terdapat sebagi puncak-puncak di daerah-daerah di seluruh Indonesia,
sedangkan kebudayaan nasional sendiri dipahami sebagai kebudayaan angsa yang
sudah berada pada posisi yang memiliki makna bagi seluruh bangsa Indonesia.
Dalam kebudayaan nasional terdapat unsur pemersatu dari Banga Indonesia yang
sudah sadar dan menglami persebaran secara nasional. Di dalamnya terdapat unsur
kebudayaan bangsa dan unsur kebudayaan asing, serta unsur kreasi baru atau
hasil invensi nasional
MASALAH YANG DIHADAPI
ü Apakah definisi budaya itu sebenarnya?
ü Apakah sikap toleransi itu sebenarnya?
ü Apakah empati itu sebenarnya?
ü Bagaimana menyikapi setiap perbedaan?
ü Bagaimana caranya agar kita tidak bersifat etnosentrisme?
BAB
II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN
KEBUDAYAAN
Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta,
yaitu “buddhayah” yang merupakan bentuk jamak dari ‘buddhi” (budi atau akal).
Kebudayaan diartikan sebagai hal –hal yang berkaitan dengan budi dan akal.
Sedang dalam bahasa Inggris, kebudayaan dikenal dengan istilah culture yang
berasal dari bahasa Latin “colere”, yaitu mengolah , mengerjakan tanah ,
membalik tanah atau diartikan bertani.
Definisi kebudayaan
menurut beberapa ahli:
Ralph Linton
Kebudayaan adalah konfigurasi dan hasil dari
tingkah laku yang dipelajari, yang unsur-unsur penentunya dimiliki bersama dan
dilanjutkan oleh anggota masyarakat tertentu
E.B Taylor
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang
komplek, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hukum, adat istiadat dan kemampuan – kemampuan lain yang didapat oleh seseorang
sebagai anggota masyarakat
William H. Haviland
Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan
norma yang dimiliki bersama oleh anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan
oleh anggotanya melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat diterima
oleh semua anggota masyarakat
Koentjoroningrat
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,
tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar
Selo Sumardjan dan
Soelaiman Soemardi
Kebudayaan merupakan
sarana hasil karya , rasa dan cipta masyarakat
Kebudaan bersifat superorganik yaitu sebagai
sesuatu yang turun temurun dari generasi ke generasi atau sesuatu yang bisa
diwariskan ( Herskovits). Sementara itu Melville J. Herskovits dan Bronislaw
Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat
ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri (cultural
determinisme)
2. WUJUD KEBUDAYAAN
Apabila kita
memperhatikan definisi kebudayaan menurut Koentjoroningrat, perwujudan budaya
adalah
a. sistem gagasan,
budaya yang bersifat abstrak tapi menentukan sifat, cara berfikir serta tingkah
laku masyarakat pendukung budaya tersebut.
b. sistem tindakan
atau sistem sosial meliputi perilaku dan bahasa, wujud budaya ini bersifat
konkrit
c. hasil karya
manusia, yaitu wujud konkrit dapat dilihat, diraba dan difoto, misalnya
pakaian, alat produksi dan alat transportasi
Wujud budaya tersebut
sejalan dengan wujud budaya menurut Hoxley yaitu mentifact, sosiofact dan
artefact
Klasifikasi unsur
budaya dari yang terkecil adalah
1. items, unsur
budaya yang paling kecil
2. trait, merupakan
gabungan dari beberapa unsur terkecil
3. trait kompleks,
gabungan dari beberapa item dan trait
4. cultural activity,
atau aktivitas budaya merupakan gabungan dari beberapa komplek budaya
Gabungan dari
beberapa aktivitas budaya menghasilkan unsur-unsur budaya yang menyeluruh atau
cultural universal.
3. KARAKTERISTIK
BUDAYA
Budaya memiliki sifat universal, artinya
terdapat sifat-sifat umum yang melekat pada setiap budaya, kapan pun dan
dimanapun budaya itu berada. Adapun sifat itu adalah
a. kebudayaan adalah
milik bersama
b. kebudayaan
merupakan hasil belajar
c. kebudayaan
didasarkan pada lambang
d. kebudayaan
terintegrasi
e. kebudayaan dapat
disesuaikan
f. kebudayaan selalu
berubah
g. kebudayaan
bersifat nisbi (relatif)
Dalam kebudayaan juga
terdapat pola-pola perilaku (pattern of behavior) yang merupakan cara-cara
masyarakat bertindak atau berkelakuan yang harus diikuti oleh semua anggota
masyarakat tersebut.
Adapun subtansi atau
isi utama budaya adalah:
a. sistem
pengetahuan, berisi pengetahuan tentang alam sekitar, flora dan fauna sekitar
tempat tinggal, zat-zat bahan mentah dan benda-benda dalam lingkungannya, tubuh
manusia, sifat-sifat dan tingkah laku sesama manusia serta ruang dan waktu.
b. sistem nilai
budaya, adalah sesuatu yang dianggap bernilai dalam hidup
c. kepercayaan, inti
kepercayaan itu adalah usaha untuk tetap memelihara hubungan dengan mereka yang
sudah meninggal
d. persepsi, yaitu
cara pandang dari individu atau kelompok masyarakat tentang suatu permasalahan
e. pandangan hidup, yaitu nilai-nilai yang dipilih
secara selektif oleh masyarakat. Pandangan hidup dapat berasal dari norma agama
(dogma), ideologi negara atau renungan atau falsafah hidup individu
f. etos budaya, yaitu
watak khas dari suatu budaya yang tampak dari luar
4. BUDAYA LOKAL
Budaya lokal merupakan adat istiadat,
kebudayaan yang sudah berkembang (maju) atau sesuatu yang menjadi kebiasaan
yang sukar diubah yang terdapat disuatu daerah tertentu. Budaya lokal umumnya
bersifat tradisional yang masih dipertahankan. Menurut Fischer, kebudayaan –
kebudayaan yang ada di suatu wilayah berkembang disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain lingkungan geografis, induk bangsa dan kontak antarbangsa. Dari
pendapat tersebut dapatlah kita kaitkan dengan kebudayaan daerah yang ada di
Indonesia yang memiliki ciri-ciri khusus antarwilayah sehingga beraneka ragam.
Van Volenholen membagi masyarakat Indonesia ke dalam 19 lingkungan hukum adat
yang oleh Koentjoroningrat disebut culture area. Setiap suku memilih
mempertahankan pola-pola hidup yang sudah lama disesuaikan dengan penduduk
sekitar mereka. Lingkungan geografis yang berbeda ada yang di gunung maupun
dataran rendah dan tepi pantai, faktor ilkim dan adanya hubungan dengan suku
luar menyebabkan perkembangan kebudayaan yang beraneka macam.
Contoh budaya lokal
yang bersifat abstrak misalnya Kepercayaan Kaharingan (Dayak), Surogalogi
(Makasar), Adat Pikukuh (Badui). Budaya lokal yang bersifat perilaku misalnya
tari Tor-tor, tarian Pakarena, upacara Kasadha (Masyarakat Tengger), upacara
ruwatan dengan menggelar wayang kulit berlakon “Murwokolo” (Masyarakat Jawa),
orang Badui dalam berpakaian putih dan Badui luar berpakaian biru, Bahasa Batak
dan lain-lain . Budaya lokal yang bersifat artefak misalnya rumah Gadang
(Sumatera Barat), tiang mbis ( Suku Asmat), alat musik gamelan (Jawa)
1. POTENSI
KEBERAGAMAN BUDAYA
Walaupun Indonesia menurut Van Volenholen
terdiri dari 19 hukum adat, tetapi pada dasarnya Indonesia terdiri dari ratusan
suku bangsa yang bermukim di wilayah yang tersebar dalam ratusan pulau yang ada
di Inonesia. Tiap suku bangsa ini memiliki ciri fisik, bahasa, kesenian, adat
istiadat yang berbeda. Dengan demikian dapat dikatakan bangsa Indonesia sebagai
negara yang kaya akan budaya. Beberapa aspek keberagaman budaya Indonesia
antara lain suku, bahasa, agama dan kepercayaan, serta kesenian. Kekayaan budaya
ini merupakan daya tarik tersendiri dan potensi yang besar untuk pariwisata
serta bahan kajian bagi banyak ilmuwan untuk memperluas pengetahuan dan
wawasan. Hal yang utama dari kekayaan budaya yang kita miliki adalah adanya
kesadaran akan adanya bangga akan kebudayaan yang kita miliki serta bagaimana
dapat memperkuat budaya nasional sehingga “kesatuan kesadaran “ atau nation
bahwa kebudayaan yang berkembang adalah budaya yang berkembang dalam sebuah
NKRI sehingga memperkuat integrasi.
Disatu sisi bangsa Indonesia juga mempunyai
permasalahan berkaitan dengan keberagaman budaya yaitu adanya konflik yang
berlatar belakang perbedaan suku dan agama. Banyak pakar menilai akar masalah
konflik ialah kemajemukan masyarakat, atau adanya dominasi budaya masyarakat yang
memilki potensi tinggi dalam kehidupan serta adanya ikatan primordialisme baik
secara vertikal dan horisontal. Disamping itu kesenjangan antara dua kelompok
masyarakat dalam bidang ekonomi, kesempatan memperoleh pendidikan atau mata
pencaharian yang mengakibatkan kecemburuan sosial, terlebih adanya perbedaan
dalam mengakses fasilitas pemerintah juga berbeda (pelayanan kesehatan,
pembuatan KTP, SIM atau sertifikat serta hukum). Semua perbedaan tersebut
menimbulkan prasangka atau kontravensi hingga dapat berakhir dengan konflik.
2. KARAKTERISTIK
BUDAYA NASIONAL
Ki Hajar Dewantara mengemukakan kebudayaan
nasional Indonesia adalah puncak-puncak kebudayaan daerah, menurut
Koentjoroningrat kebudayaan nasional Indonesia adalah kebudayaan yang didukung
sebagian besar rakyat Indonesia, bersifat khas dan dapat dibanggakan oleh warga
Indonesia. Wujud budaya nasional
a. Bahasa, yaitu bahasa Indonesia. Sebagai
bahasa nasional berfungsi sebagai lambang kebangga nasional, lambang identitas
nasional, alat pemersatu berbagai suku bangsa dan alat penghubung antardaerah
dan antar budaya
b. Seni berpakaian,
contohnya adalah pakaian batik yang menjadi simbol orang Indonesia dan non –
Indonesia, serta pakaian kebaya
c. Perilaku, misalnya gotong royong (walaupun
tiap daerah mempunyai nama yang berbeda, sambatan, gugur gunung,). Selain
gotong royong juga ada musyawarah, misalnya , sistem aipem pada masyarakat
Asmat, atau adanya balai desa tempat musyawarah tiap desa,atau honai, rumah
laki-laki suku Dani serta subak pada masyarakat Bali. Contoh yang lain adalah
ramah tamah dan toleransi. Menurut Dr Bedjo dalam tulisannya memaknai kembali
Bhineka Tunggal Ika dituliskan konsep Bhineka Tunggal Ika berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 66 tahun 1951, juga merujuk pada sumber asalnya yaitu Kitab
Sutasoma yang ditulis oleh Empu Tantular pada abad XIV. Semboyan tersebut
merupakan seloka yang menekankan pentingnya kerukunan antar umat yang berbeda
pada waktu itu yaitu Syiwa dan Budha. Yang terpenting disini adanya wacana baru
yang dikemukakan penulis tentang semboyan bangsa. Bhineka Tunggal Ika juga
ditafsirkan sebagai “Ben Ika Tunggale Ika “ (baca: ben iko tunggale iko, Bahasa
Jawa – red). Kata ‘ben” artinya biarpun, kata ‘ika’ dibaca iko yang artinya
‘itu atau ini’ dengan menunjuk seseorang atau sekelompok orang didekatnya atau
di luar kelompoknya. Kata ‘tunggale’ artinya ‘sadulur’ atau ‘saudara’. Jadi
kalimat diatas dapat dimaknai menjadi: Biarpun yang ini/itu saudaranya yang
ini/itu dan lebih jauh lagi, makna dari Bhineka Tunggal Ika adalah paseduluran
atau persaudaraan. Dengan persaudaraan sebagai sebuah keluarga besar yang
dilahirkan oleh Ibu Pertiwi yang bermakna Indonesia. Jadi memang kerukunan dan
toleransi merupakan akar budaya nasional
d. Peralatan, banyak
sekali peralatan, materi atau artefak yang menjadi kebanggaan nasional misalnya
Candi Borobudur dan Prambanan, Monas
3. HUBUNGAN BUDAYA
LOKAL DAN BUDAYA NASIONAL
Budaya lokal yang bernilai positif, bersifat
luhur dapat mendukung budaya nasional. Dalam pembangunan kebudayaan bangsa, nilai-nilai
budaya positif baik budaya daerah perlu dipertahankan dan dikembangkan karena
justru menjadi akar atau sumber budaya nasional. Mengingat budaya bangsa
merupakan “hasil budidaya rakyat Indonesia seluruhnya” maka cepat lambat
pertumbuhannya tergantung kearifan peran serta seluruh masyarakatnya. Bagaimana
peran keluarga, sekolah dan pemerintah menanamkan budaya daerah pada generasi
berikutnya dan kearifan generasi muda dalam melestarikan budaya daerah.
pentingnya sikap
toleransi antar masyarakat
Sikap toleransi masyarakat Indonesia adalah
sikap plural yang bisa berlapang dada dalam menerima semua perbedaan yang ada.
Kadangkala masyarkat Indonesia bisa saling melengkapi karena adanya perbedaan
tersebut. Salah satu contohnya adalah saat masyarakat Indonesia sedang
mengalami banyak bencana. Masyarakat bisa saling tolong-menolong satu sama
lain. Walaupun masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat
istiadat, dan agama.
Itu merupakan suatu bukti bahwa masyarakat
Indonesia masih mempunyai sikap hidup yang baik dalam menolong atau membantu
masyrakat lain khususnya masyarakat Indonesia. Sikap saling tolong-menolng
merupakan salah satu sikap yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia.
Dilihat dari contoh yang lebih kecil ruang
lingkupnya adalah dilingkungan bertetangga, mereka bisa saling menghargai,
saling membantu dan memiliki rasa toleransi sosial yang cukup tinggi untuk
membangun kerjasama antara warga masyarakat.
Seperti semboyan bhineka tunggal ika yang
bearti meskipun kita berbeda-beda namun harus tetap bersatu.oleh karna itu
penting bagi kita semua untuk saling bertoleransi dan juga tolong-menolong
antar sesama kita,agar dapat tercipta kehidupan yang rukun dan damai.dan juga
dapat meminimalisasikan kerusuhan-kerusuhan yang akhir-akhir ini sering terjadi
di Indonesia lantaran hanya di sebabkan oleh kurangnya rasa bertoleransi antar
sesama,
dan juga untuk menuju
ke kehidupan yang sejahtera.
PRINSIP-PRINSIP
UNIVERSAL TOLERANSI ANTAR UMAR BERAGAMA
Prinsip-prinsip toleransi agama ini, yang
merupakan bagian dari visi teologi atau akidah, telah dimiliki Islam, maka
sudah selayaknya jika umat Islam turut serta aktif untuk memperjuangkan
visi-visi toleransinya di khalayak masyarakat plural. Walaupun Islam telah
memiliki konsep pluralisme dan kesamaan agama, maka hal itu tak berarti para
muballigh —atau pendeta dan sebagainya— berhenti untuk mendakwahkan
agamanya masing-masing. PERBEDAAN umat manusia, baik dari sisi suku bangsa,
warna kulit, bahasa, adat-istiadat, budaya, bahasa serta agama dan sebagainya,
merupakan fitrah dan sunnatullah yang sudah menjadi ketetapan Tuhan SWT.
Landasan dasar pemikiran ini adalah firman Tuhan SWT, "Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujurat 13). Segenap manusia tidak
akan bisa menolak sunnatullah ini. Dengan demikian, bagi manusia, sudah
selayaknya untuk mengikuti petunjuk Tuhan SWT dalam menghadapi
perbedaan-perbedaan itu.
BAB
III
KESIMPULAN
- SIKAP TOLERANSI DAN
EMPATI
1. MASYARAKAT MAJEMUK
Masyarakat majemuk sering diidentikan oleh
orang awan sebagai masyarakat multikultural. Uraian dari Supardi Suparlan dapat
menjelaskan perbedaan tersebut. Masyarakat majemuk terbentuk dari
dipersatukannya masyarakat-masyarakat suku bangsa oleh sistem nasional yang
biasa dilakukan secara paksa (coercy by force) menjadi sebuah bangsa dalam
wadah nasional. Setelah PD II contoh masyarakat majemuk antara lain, Indonesia,
Malaysia, Afrika Selatan dan Suriname. Ciri yang mencolok dan kritikal majemuk
adalah hubungan antara sistem nasional atau pemerintahan nasional dengan
masyarakat suku bangsa dan hubungan di antara masyarakat suku bangsa yang
dipersatukan oleh sistem nasional.
Menurut Pierre L. Van
den Berghe mengemukakan karakteristik masyarakat majemuk:
(1) terjadi segmentasi
ke dalam bentuk-bentuk kelompok subkebudayaan yang berbeda satu dengan yang
lain
(2) memiliki struktur
sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer
(3) kurang
mengembangkan konsensus diantara para anggota-anggotanya terhadap nilai-nilai
yang bersifat dasar
(4) secara relatif
seringkali mengalami konflik di antara kelompok yang satu dengan kelompok yang
lain
(5) secara relatif,
integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan
dalam bidang ekonomi
(6) adanya dominasi
politik oleh suatu kelompok atas kelompok lain
Disini Supardi Suparlan melihat adanya dua
kelompok dalam perspektif dominan-minoritas, tetapi sulit memahami mengapa
golongan minoritas didiskriminasi, karena besar populasinya belum tentu besar
kekuatannya. Konsep diskriminasi sebenarnya hanya digunakan untuk mengacu pada
tindakan-tindakan perlakuan yang berbeda dan merugikan terhadap mereka yang
berbeda secara askripsi oleh golongan yang dominan. Yang termasuk golongan
askripsi adalah suku bangsa (termasuk ras, kebudayaan sukubangsa, dan keyakinan
beragama), gender , dan umur.
Dalam menganalisis
hubungan antar suku bangsa dan golongan menurut Koentjoroningrat:
(1) sumber-sumber
konflik
(2) potensi untuk
toleransi
(3) sikap dan pandangan
dari suku bangsa atau golongan terhadap sesama suku bangsa
(4) hubungan
pergaulan antar suku – bangsa atau golongan tadi berlangsung
Adapun sumber konflik
antar suku bangsa dalam negara berkembang seperti Indonesia, paling sedikit ada
lima macam yakni
(1) jika dua suku
bangsa masing-masing bersaing dalam hal mendapatkan lapangan mata pencaharian
hidup yang sama
(2) jika warga suatu
suku bangsa mencoba memasukkan unsur-unsur dari kebudayaan kepada warga dari
suatu suku bangsa lain
(3) jika warga satu
suku bangsa mencoba memaksakan konsep-konsep agamanya terhadap warga dari suku
bangsa lain yang berbeda agama
(4) jika warga satu
suku bangsa berusaha mendominasi suatu suku bangsa secara politis
(5) potensi konflik
terpendam dalam hubungan antar suku bangsa yang telah bermusuhan secara adat
2. MASYARAKAT
MULTIKULTURAL
Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang
menekankan pengakuan dan penghargaan pada kesederajatan perbedaan kebudayaan.
Tercakup dalam pengertian kebudayaan adalah para pendukung kebudayaan, baik
secara individu maupun secara kelompok dan terutama ditujukan terhadap golongan
sosial askripsi yaitu suku bangsa (dan ras) , gender dan umur. Ideologi
multikulturalisme ini secara bergandengan tangan saling mendukung dengan proses
demokratisasi, yang pada dasarnya adalah kesederajatan pelaku secara individual
(HAM) dalam berhadapan dengan kekuasaan dan komuniti atau masyarakat setempat.
Jadi tidak ada
kebudayaan yang lebih tinggi demikian pula sebaliknya.
3. MEMBANGUN SIKAP
KRITIS, TOLERANSI DAN EMPATI DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL
Dalam mengatasi masyarakat majemuk , Parsudi
Suparlan menawari sebuah menyebaran konsep multikulturalisme melalui LSM, dan
pendidikan dari SD hingga PT. Alternatif penyelesaian masalah akibat
keanekaragaman budaya adalah dengan melakukan strategi kebudayaan dimana
memungkinkan tumbuh kembangnya keberagaman budaya yang menuju integrasi bangsa
dengan tetap memperhatikan kesederajatan budaya-budaya yang berkembang. Untuk
itu komunikasi antar budaya perlu dibangun disertai dengan sikap kritis, toleransi dan empati.
Comments
Post a Comment