Skip to main content

pers dalam budaya


PERS BERGANDENGAN TANGAN DENGAN BUDAYA
Ashadi siregar (2004) memetakan tiga fungsi instrumental media massa, yaitu untuk memenuhi pragmatis bagi kepentingan pemilik media massa sendiri, bagi kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik dari pihak di luar media massa, atau untuk kepentingan warga masyarakat. Media massa yang mana dalam kegiatannya tidak dapat dipisahkan dari kinerja pers yang menjadi ruh nya.
Kegiatan pers tidak hanya melulu akan berita-berita politik yang jamak kita dapatkan dan ketahui dari media-media massa di sekitar kita yang semakin mudah untuk diakses, tapi pers juga melalui karya berita-berita nya dapat menjadi inisiator, inspirator, dan komunikator dalam membangun kesadaran masyarakat akan kebudayaan. Masyarakat perlu terus diingatkan bahwasannya dunia tempat kita tinggal dan hidup kini sedang mengalami masa dimana perkembangan teknologi bertumbuh dengan cepat. Industrialisasi segala bentuk komoditi tak pelak membuat bangsa kita Indonesia sebagai bangsa yang sedang berkembang di hujani berbagai macam produk dari luar, terutama barat.
Bukan hanya barang tapi juga kebudayaan kita yang mulai tersisih dari peredaran. Angin dari barat yang sangat kencang membawa pula pola dan perilaku kebudayaan mereka kepada negara jajahan ataupun negara yang menjadi tujuan impor dan infasi baik itu politik maupun ekonomi. Maka dari itu fungsi pers menjadi sangat penting demi menyadarkan kembali masyarakat dari tidur panjangnya dan mereka yang telah terlenakan oleh gemilau gaya “style” sikap “attitude” dan selera “sense” yang sudah berbau barat semua, sampai-sampai lupa akan jatidiri bangsa sendiri.
Dari situ maka dapat kita simpulkan pers mempunyai peran penting dalam banyak hal, terutama kebudayaan. Bangsa kita dikenal dengan bangsa yang memiliki ragam budaya dan bahasa. Kesatuan kita terdiri dari ribuan gugus pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, ini menjadi anugrah sekaligus warisan yang harus kita jaga kelestariannya. Kalau tidak mau anak cucu kita kelak tak mengetahui identitas bangsa ini yang sebenarnya. Lewat pers yang memberitakan soal budaya, maka lewat itu pula budaya ini akan bertahan bahkan berkembang dan semakin dikenal di seluruh dunia.


PART II
Situasi sosial politik di suatu negara baik yang positif maupun negatif, tidaklah bisa dilepaskan dari pengaruh berbagai gejolak yang terjadi di tingkat global ditentukan oleh citra diri dan identitas bangsa itu sendiri yang mana masing-masing bangsa di dunia sudah pasti memiliki citra diri dan identitas masing-masing sehingga setiap pengaruh global yang diterima setiap bangsa dan negarapun akan berbeda.
Era globalisasi yang diboncengi neolibralisme dan modernisasi menuju diiringi revolusi IPTEK. Dimana manusia akan terus akan mengalami revolusi tour ti (technologi, telekomunication,transportation,tourism)yang memiliki globalizing force yang dominan sehingga batas antar daerah dan antar negara semakin kabul, yang mengakibatkan dunia tanpa batas yang menganut aliran kebebasan, kebebasan nerkreatifitas, kebebasan berpendapat, dan kebebasan berkreatifitas, kebebasan berpendapat, dan kebebasan berekpresi. Seperti contoh bila kita duduk di satu kursi dan berkomunikasi dengan orang di tempat yang paling jauh ditempat diluar sana, maka kemajuan tehnologi informasi dan telekomonikasi mendekatkan jarak dan waktu. Kondisi tersebut secara tidak langsung dapat mempengaruhi tantangan budaya masyarakat khususnya  Indonesia.
Hal ini sangatlah berbahaya bila kita tidak memfilter serta membedakan mana budaya asing yang dapat diserap dan mana yang tidak. Jika kita melihat kondisi riil masyarat Indonesia sekarang ini, ternyata daya serap masyarakat terhadap budaya global lebih cepat dibanding daya serapnya terhadap budaya lokal. Bukti nyata dari pengaruh globalisasi itu, antara lain dapat disaksikan dari gaya berpakaian, dan gaya berbahasa masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda yang sudah berubah yang kesemuanya itu diperoleh karena kemajuan tehnologi iformatika dan komunikasi khususnya pada media masa. Globalisasi media dengan segala nilai yang dibawanya seperti lewat televisi, radio, majalah, koran, buku, film, VCD, HP, dan kini lewat internet sedikit banyak akan berdampak pada budaya dan kehidupan masyarakat Indonesia.

Comments

Popular posts from this blog

pemahaman etika menurut Aristoteles dan Immanuel Kant

MENURUT ARISTOTELES Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Istilah lain yang iden¬tik dengan etika, yaitu: • Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). • Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak. Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelas¬kan tentang pembahasan Etika, sebagai berikut: • Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia. • Manner dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia. Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok perhatiannya; antara lain:

Pendidikan Tidak Membuat Seseorang Menjadi Kaya

Pendidikan yang tinggi tidak membuat seseorang menjadi kaya, kerja keras dan usaha iya. Pendidikan hanya membuka perspektif baru yang lebih luas terhadap seseorang, memberi nya lensa baru, kacamata yang lebih beragam, berbeda dan lebih berwarna dalam memandang dan memaknai kehidupan. Kehidupan setelah menempuh pendidikan, adalah fase dimana seseorang sadar kalau dirinya tak disiapkan untuk menghasilkan uang, karna memang bukan itu tujuan dari sebuah pendidikan. Kita semua menyadari kalau pendidikan dinegeri ini mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi materi pembelajaran utamanya masih hanya berupa teori minim eksekusi atau praktek. Alhasil siswa yang dihasilkan hanya pintar bicara tapi minim aksi nyata. Konsep pemikiran buah dari pendidikan yang tinggi kalau hanya untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya harus segera diubah, karna materi sebagai sebuah tujuan sangat kecil nilainya dan tidak bisa dibandingkan dengan ilmu pengetahuan yang didapat. Ilmu tidak bisa dibandi

Self Reflection

Setelah sekian lama bergulat dengan perasaan gak jelas, entah bersalah, tidak peduli, apatis atau apa namanya saya sendiri kesulitan menemukan kata yang tepat menggambarkan perasaan ini. yang pasti, gak ada yang salah dengan pemikiran saya selama ini, tentang tulisan-tulisan yang telah saya post di blog sederhana ini, semuanya (hampir 98%) hasil pemikiran saya sendiri. Plus yang membuat saya terhenti untuk sementara adalah pergulatan batin yang bagi saya adalah medan peperangan yang seakan tak akan pernah bisa saya menangi. Berkomunikasi pada alam bawah sadar sendiri adalah salah satu pertanda kecerdasan seseorang (katanya hehe), tapi bagaimana kalau pemikiran itu menjadi sebuah perangkap, atau bahkan penjara yang mengungkung kebebasan berpikir mu dan kau menjadi kerdil sejak dalam pikiran sendiri. Pada intinya saya menjadi semakin realistis (klise memang), dikarenakan hidup (realitas) meng-KO- saya keras sekali sampai menghujam ke bumi, menyadarkan saya kalau hidup tidak seperti y