Skip to main content

Rumahku Kelapa Sawit Mereka

Mendengar kembali kebakaran hutan yang terjadi 
Mengingatkanku akan kisah dari sobat kecilku 
Si orang utan 
Penduduk lokal hutan yang diberangus 
Kini ia terlantar, tak terurus..
Inilah secuil cerita dari si orang utan kecil..
          Kenapa ia bisa berakhir disini, di tempat ia tak seharusnya.

DAHULU KALA... 

Aku lahir dan dibesarkan di lingkungan penuh dengan hijaunya daun, diantara tingginya pepohonan berusia ratusan tahun dan segarnya udara tanpa polusi dan zat-zat kimia mematikan lainnya, yang namanya aku pun tak paham apalagi menyebutkannya. Aku masih ingat ketika dulu aku bersama saudara-saudaraku sering bermain diantara pepohonan besar berusia ratusan tahun, baik di dahan dan pucuk-pucuk pencakar langitnya, didalam hutan dan tingginya gunung yang tak terjamah oleh tangan makhluk lain yang belakangan aku tahu namanya manusia. Mereka menyebut diri mereka masyarakat beradab dan toleran, tapi itu semua adalah palsu, retorika dan kebohongan belaka. 

Dulu, aku, teman dan saudara-saudaraku biasa menghabiskan waktu bersama mencari makanan di kedalaman hutan, diatas pohon, bermain jauh terus ke sungai-sungai nan jernih penuh dengan ikan-ikan segar. Kami berkompetisi, siapa yang mendapatkan makanan paling banyak dan menghabiskan dengan cepat sambil bergelantungan di pohon paling tinggi maka dia dapat memberi hukuman bagi yang kalah, aku sering kali menang, karna kata saudara-saudaraku aku memiliki badan yang besar dan kuat, selera makan ku besar dan selalu menang kalau berkelahi dengan mereka dan spesies (penduduk hutan) yang lain, hukumanan yang aku berikan biasanya mereka akan ku perintahkan untuk mencium pantat ku yang sangat bau itu, hahaha sungguh kenangan yang indah... kami selalu bergelantungan dan melompat-lompat, pindah dari dahan satu ke dahan yang lain, dari pohon yang satu ke pohon yang lain, saling berlomba siapa yang paling cepat sampai.. 

MBAH POHON BESAR... 

Dan aku pun masih teringat, hari itu ketika aku dan saudara-saudaraku sedang asyik bermain panjat pohon disebuah pohon tua dan besar, kami menyebutnya “mbah pohon besar” karna pohon ini telah ada sejak leluhur kami hidup dan membentuk koloni disini. Mbah pohon besar menjadi semacam ikon tempat tinggal kami, mbah pohon besar adalah habitat asli dari hutan ini, maka dia adalah identitas asli kami, anak cucunya. Mbah pohon besar memiliki daun paling lebat, batang pohon paling besar, dan ranting-ranting yang panjang menjulur ke segala arah, yang nantinya akan menjadi rumah bagi kebanyakan penghuni hutan, karena mbah pohon besar menawarkan kehangatan, rasa aman, dan pemandangan luar biasa indah kalau kami berhasil sampai ke puncak nya, dan paling penting mbah pohon besar juga adalah semacam tempat aula pertemuan penghuni hutan disini, kalau sedang ada permasalahan yang ingin dibahas bersama mengenai apa saja yang bersangkutan dengan kehidupan kami, maka tempat nya ya disini, dibawah mbah pohon besar yang rindang dan terlindungi. 

HARI ITU... 

Suatu hari, ketika sedang berada di puncak mbah pohon besar kami (aku dan teman-temanku orang utan kecil) medengar suara kegaduhan yang sangat memekakkan telinga dibawah sana, kami pun seketika menghentikan kegiatan kami, terdiam dan tanpa dikomando secara serentak turun ke bawah bersama-sama untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi?, dan yang kami lihat kemudian adalah sungguh sebuah bencana.. 

PEMBANTAIAN... 

Kami melihat orang tua kami sebagian besar diseret masuk dengan leher dan tangan terantai ke sebuah kandang besar, mereka berontak dengan sangat hebatnya namun apa daya rantai itu terlalu kuat untuk dihancurkan, rupanya mereka telah masuk perangkap yang dipasang oleh manusia-manusia itu!!! Makluk-makhluk asing bernama manusia ini berada disekitar mereka, menodongkan senjata yang mengeluarkan suara yang aku bersumpah tak akan pernah kulupakan. 

Dan yang lebih mengerikan lagi, disamping itu semua kami juga menyaksikan bagaimana para orang tua kami dibawah sana yang melakukan perlawanan, jatuh, tumbang, sekarat dan mati ketika peluru-peluru panas menghujam tubuh mereka yang kuat namun tak berdaya di depan senjata manusia ini, mereka datang mengambil orang tua, kakak, dan saudara-saudara kami selamanya dari tanah tempat mereka lahir dan membesarkan kami. Sementara itu, di salah satu dahan pohon mbah pohon besar yang cukup tinggi dan tak terlihat, aku dapat melihat air mata ayahku, dia melihat ke arahku dan teman-temanku, tanpa terasa air mata kami pun mengalir deras, tapi, kami tetap tak mampu untuk berbuat apa-apa, apalagi menolong mereka saudara-saudara kami yang sedang dibantai di bawah sana, kami terlalu takut, terlalu tak percaya dengan kebrutalan ulah manusia yang kami lihat di bawah sana. 


Ayah melihat kami seakan berkata melalui mata nya yang aku yakin sekali penuh rasa amarah, air mata, dan keputusasaan, mata itu berkata “larilah sejauh mungkin anakku, kalian semua, jangan turun, jangan melakukan hal-hal yang bodoh yang akan membuat kalian ditangkap para bajingan ini!”. Sesaat setelah itu beliau jatuh terjerembab ke tanah dengan empat peluru panas menembus badannya yang besar, tepat ketika mencoba meraih ibuku yang dibawa paksa dengan cara dirantai oleh makhluk-makhluk biadab itu, ayah berusaha menyelamatkan ibu dan saudara nya yang lain.. dan ia mati karenanya... 

Seketika keceriaan hari itu berubah menjadi kegaduhan yang luar biasa, hutan ini, rumah kami yang biasanya hening, kini berubah menjadi arena pembantaian massal, bunyi letusan dimana-mana, teriakan penghuni hutan yang tak ada habisnya, banyak tetangga-tetangga kami, dari spesies lain yang mendengar suara tembakan dan teriakan yang dibawa makhluk asing dibawah sana langsung lari membawa keluarga-keluarga mereka, segala jenis burung berterbangan meninggalkan sarang dan rumah yang telah mereka bangun selama beberapa generasi, kami paham mereka tak ada daya untuk maju melawan, dan berpikir untuk menolong keluarga kami yang tertangkap dan tumbang satu-persatu dibawah sana,.. Bahkan singa, beruang dan harimau yang terkenal diantara kami sebagai penjaga tempat ini lari tunggang langgang, itupun hanya karna suara berat dari mesin yang dapat mengeluarkan asap hitam dan memiliki roda besi di bawah sana, alat itu dengan seketika meratakan tempat tinggal kami, dan astaga! Alat itu menuju tepat ke arah mbah pohon besar! 

Jerit tangis memilukan yang ditimbulkan akibat perilaku makhluk bernama manusia itu terus berlanjut,.. 

Ketika ayah tumbang dan terjatuh ketanah bersama saudaraku yang lain, dan dia menghadap keatas dan melihat aku bersama teman-temanku yang ketakutan. Sudah sangat terlambat ketika dia memberi isyarat agar kami semua segera pergi dengan raungannya yang semakin melemah. Aku yang terpaku seakan sudah tidak berada disana lagi, tercabut ragaku menyaksikan pembantaian keji dan menakutkan ini, tanpa kusadari teman-temanku yang lain sudah sangat marah dengan apa yang menimpa keluarga mereka, turun semua menyerbu kebawah, aku tertinggal sendirian dibelakang.

Seketika suara letusan senapan dari manusia-manusia itu membawa ku kembali ke dunia penuh kebencian ini, aku bingung sekaligus takut untuk turun ke bawah bersama teman-temanku yang lain, aku melihat keselamatan mereka terancam oleh serangan dari manusia dengan senapan dan pistol mereka, yang kaget melihat sebuan dari orang utan kecil yang jumlahnya puluhan, mereka menembak secara membabi buta keatas, suara letusan peluru berhamburan disekitar kami, satu-persatu teman-temanku terjatuh ketanah dengan suara berdebam yang memilukan, anehnya tidak semua dari mereka berdarah. Belakangan aku ketahui untuk spesies yang mereka anggap muda mereka memakai peluru bius agar dapat membawanya tanpa terluka.. 

DI KANDANG, TERKURUNG, TERLUKA... 

Tiba-tiba pandangan ku gelap, dan aku melihat tiga peluru bius menancap tepat di tubuhku, seketika itu pula aku hilang kesadaran. Ketika sadar karena tubuhku terguncang, aku bersama dengan spesies ku yang lain sudah berada dalam sebuah kandang terbuat dari besi, dibawa oleh mesin beroda yang bergerak lambat diringi sekelompok manusia menjijikkan didepan dan belakangnya, mereka berbaris dengan gembira sekali, diwajahnya penuh kepuasan dengan senjata di pundak yang selalu siap mereka letuskan.. ternyata aku telah terkena peluru bius sehingga tidak sadarkan diri. Aku mengaum, berontak, marah-sejadi-jadinya, aku mencoba keluar dengan membongkar dan memukul jeruji yang mengurung kami, namun hanya sia-sia belaka, kami putus asa dan tidak tahu akan dibawa kemana,..

Sekarang, disinilah aku berada, ditengah-tengah manusia yang sangat ramai dan tertawa terbahak-bahak, setengah dari populasi kami telah tewas dan hutan sebagai habitat asli kami telah hancur dan terbakar bahkan hampir rata dengan tanah, aku melihat dari kandang yang membawa kami ketika itu, mesin-mesin besar yang mengeluarkan asap hitam itu dengan sekali sentakan dapat menghancurkan “mbah pohon besar” dan pohon besar yang lain tempat kami biasa menghabiskan waktu seharian, mbah pohon besar telah tumbang, sebagai tanda awal dari hancurnya tempat tinggal kami. 

Hanya sebagian kecil dari kami yang selamat dan dibawa ke tempat yang sangat asing dan bising ini. Kondisi kami memprihatinkan, sebagian besar mengalami luka dan kesakitan,.. salah satu penampakan hutan setelah dilalap api. Nantinya hutan ini akan ditanami kelapa sawit oleh perusahaan. 

KEBENARAN YANG MENYAKITKAN... 

Sampai sekarang kami disekap disebuah tempat yang kami tak tahu dimana, karena sengaja disembunyikan, karna dari yang aku dengar secara tak sengaja kami akan diperjual belikan, bahkan yang lebih miris lagi ada sebagian dari kami entah siapa yang akan dibunuh untuk diawetkan, membayangkannya saja aku tak bisa. Dan yang paling tak bisa aku terima, hutan tempat tinggal kami yang telah mereka ratakan dan bakar itu, akan dirubah menjadi perkebunan kelapa sawit, dan mereka melakukan semua kekejian ini dengan ilegal, tujuan utama mereka adalah hutan rumah kami para orang utan itu, dan kami penduduknya, hanya sebagai hadiah kecil. 

Mereka manusia itu adalah orang-orang suruhan perusahaan kelapa sawit yang ingin membuka lahan baru untuk memperluas kebun kelapa sawit mereka, tapi karena tak ingin ketahuan oleh pemerintah dan masyarakat, mereka membuatnya seolah-oleh telah terjadi kebakaran, bahwa hutan itu terbakar dengan sendirinya, dan asapnya itu menyebar kemana-mana. 

Apakah mereka peduli?. Aku rasa tidak, buktinya lihat saja mereka santai-santai saja, kalau ada penduduk setempat yang kalang kabut karena asap, ada anak kecil yang menderita bahkan meninggal karena asap, mereka, orang-orang perusahaan itu menanggung untung diatas kesengsaraan penduduk sekitar. Bukan hanya manusia yang menjadi korban, para binatang yang menempati hutan itu sekian lama pun tak luput tertimpa bencana dari ulah para manusia seraka ini. 

Dampak dari kebakaran hutan bukan saja untuk manusia, tapi terutama sekali pihak yang paling merasakannya adalah penghuni hutan itu sendiri, yaitu binatang-binatang yang menjadikan hutan itu sebagai tempat tinggal mereka. Hutan adalah satu-satunya tempat dimana para binatang ini harusnya berada, bukan di kebun binatang apalagi di kandang. 

Didalam kandang besi, gelap, dan tempat asing ini aku masih berharap, walau tidak seyakin dulu, bahwa suatu hari nanti kami semua akan dapat kembali kerumah, hutan tempat dimana aku seharusnya berada dan dapat mengembang-biakkan spesies kami dan kembali membentuk koloni, bukan disini, tempat para manusia-manusia tamak ini yang dengan segala cara menghancurkan tempat tinggal kami hanya untuk memuaskan nafsu mereka saja. tapi tidak tahu kapan, aku hanya harus yakin saat itu akan datang bahwa tidak semua manusia jahat dan membawa senjata terus memusnahkan spesies kami, merampas tanah dan rumah bagi anak-anak kami dan yang lain, mereka lupa bahwa alam mempunyai caranya sendiri untuk membalas segala perbuatan mereka yang merusak keharmonisan yang telah digariskan Tuhan atas alam ini. 

Sesungguhnya setiap musibah itu bermula dari tangan manusia itu sendiri yang memulainya. 

Harapan dan terus yakin, hanya itu yang kami punya saat ini. kini aku masih menduga-duga dimana aku berada dan akan dibawa kemana...... 

        (catatan dari orang utan yang orang tuanya dibunuh dan diculik, dan rumah nya di bakar)

Comments

Popular posts from this blog

pemahaman etika menurut Aristoteles dan Immanuel Kant

MENURUT ARISTOTELES Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Istilah lain yang iden¬tik dengan etika, yaitu: • Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). • Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak. Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelas¬kan tentang pembahasan Etika, sebagai berikut: • Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia. • Manner dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia. Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok perhatiannya; antara lain:

Pendidikan Tidak Membuat Seseorang Menjadi Kaya

Pendidikan yang tinggi tidak membuat seseorang menjadi kaya, kerja keras dan usaha iya. Pendidikan hanya membuka perspektif baru yang lebih luas terhadap seseorang, memberi nya lensa baru, kacamata yang lebih beragam, berbeda dan lebih berwarna dalam memandang dan memaknai kehidupan. Kehidupan setelah menempuh pendidikan, adalah fase dimana seseorang sadar kalau dirinya tak disiapkan untuk menghasilkan uang, karna memang bukan itu tujuan dari sebuah pendidikan. Kita semua menyadari kalau pendidikan dinegeri ini mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi materi pembelajaran utamanya masih hanya berupa teori minim eksekusi atau praktek. Alhasil siswa yang dihasilkan hanya pintar bicara tapi minim aksi nyata. Konsep pemikiran buah dari pendidikan yang tinggi kalau hanya untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya harus segera diubah, karna materi sebagai sebuah tujuan sangat kecil nilainya dan tidak bisa dibandingkan dengan ilmu pengetahuan yang didapat. Ilmu tidak bisa dibandi

HIDUP DIATAS STIGMA (puisi essay)

Tak pantaskah aku hidup selayaknya mereka? Tak bisakah aku bermain selayaknya anak biasa? Tak ada lagikah bagiku kesempatan untuk menuliskan cita-cita tanpa embel-embel pembangkangan dibelakangnya? Tak adakah harapan bagiku menjalani sisa hidup tanpa stigma atas dosa masa lalu ayah ibuku yang tak sepenuhnya mereka kerjakan? Inikah garis hidup yang engkau gariskan Tuhan, pada seorang gadis kecil tak tahu apa-apa dan tak tau arah mengadu kemana? PROLOG Gadis kecil itu tak tahu apa-apa Ditinggal ayah dan bundanya entah kemana Orang bilang diasingkan atau dilenyapkan Sungguh dua kata asing baginya dan semakin membingungkan saja Berjalan sendiri mengarungi hidup Tanpa punya tempat mengadu dan menyandarkan bahu kecil dan tubuh kurusnya Si gadis kecil dengan mimpi besar Seolah berjalan sendiri tanpa harapan Diana namanya. Ya, hanya diana saja Tanpa embel-embel nama belakang Apalagi bin dan binti yang menandakan kalau dia punya orang tua Setiap k